TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Serangan Paramiliter Sudan Tewaskan 10 Warga Sipil

Tembakan artileri menghantam masjid dan bangunan sipil

ilustrasi tentara (unsplash.com/Pawel Janiak)

Jakarta, IDN Times -  Kelompok aktivis Sudan mengatakan, tembakan artileri paramiliter menghantam sebuah masjid dan bangunan sipil lainnya di ibu kota Khartoum pada Selasa (3/10/2023). Akibatnya, 10 orang tewas dan 11 lainnya luka-luka

"10 warga sipil tewas dan 11 luka-luka dalam penembakan artileri oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di lingkungan Al Samrab," kata komite perlawanan lokal, dikutip The National.

“Beberapa peluru jatuh di sebuah masjid, pusat kesehatan dan rumah warga," tambahnya. 

Baca Juga: Tok! AS Beri Sanksi Pihak Pemicu Konflik di Sudan

1. Lebih dari 7 ribu orang tewas selama konflik

Insiden hari Selasa itu merupakan serangan terbaru yang menewaskan beberapa warga sipil di Khartoum, setelah hampir enam bulan perang antara panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah Al Burhan dan mantan wakilnya, komandan RSF Jenderal Mohamed Dagalo.

Pada 12 September, pihak medis melaporkan bahwa 17 warga sipil dibunuh oleh paramiliter di utara Khartoum. Kejadian itu terjadi dua hari setelah serangan udara di pasar selatan Khartoum, yang menewaskan sedikitnya 51 orang dan melukai puluhan lainnya.

Adapun kekerasan paling parah terkonsentrasi di Khartoum dan wilayah barat Darfur.

Menurut perkiraan dari proyek Data Peristiwa dan Lokasi Konflik Bersenjata, sekitar 7.500 orang telah terbunuh di Sudan sejak konflik meletus pada 15 April. Sementara itu, sekitar 4,3 juta orang terpaksa mengungsi dan 1,2 juta lainnya melarikan diri ke perbatasan, menurut data PBB.

2. WFP peringatkan situasi darurat kelaparan di perbatasan

Pada Selasa, Program Pangan Dunia (WFP) mengeluarkan peringatan soal situasi darurat kelaparan di perbatasan antara Sudan dan Sudan Selatan.

Laporan WFP menunjukkan, di antara 300 ribu orang yang tiba di Sudan Selatan dalam lima bulan terakhir, 1 dari 5 anak mengalami kekurangan gizi dan 90 persen keluarga mengaku menjalani hari tanpa makan.

“Kami melihat banyak keluarga yang meninggalkan satu bencana demi bencana lain ketika mereka melarikan diri dari bahaya di Sudan dan menemukan keputusasaan di Sudan Selatan,” kata Mary-Ellen McGroarty, direktur WFP di Sudan Selatan, dikutip The Guardian.

“Situasi kemanusiaan bagi para pengungsi yang kembali tidak dapat diterima dan WFP sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang semakin meningkat di perbatasan. Kami tidak mempunyai sumber daya untuk memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa mereka yang paling membutuhkan," sambungnya. 

Baca Juga: Panglima Militer Sudan Sebut Konflik Bisa Menyebar ke Negara Lain

Verified Writer

Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya