Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Kinhasa, IDN Times - Gejolak di pemerintahan Kongo kembali terjadi pada Rabu, 27 Januari parlemen Kongo melakukan pemungutan suara untuk memberhentikan Perdana Menteri Sylvestre Ilunga Ilunkamba, dalam mosi tidak percaya.
Tindakan ini merupakan langkah Presiden Felix Tshisekedi untuk menyingkirkan sisa-sisa kekuasaan dari mantan presiden Joseph Kabila, di mana perdana menteri merupakan pemimpin yang mendukung Kabila.
1. Perdana Menteri Sylvestre Ilunga menolak mundur
Perdana Menteri Sylvestre Ilunga Ilunkamba menolak keputusan parlemen yang memilih mencopot jabatannya. Sumber:twitter.com/𝕛𝕠𝕧𝕚𝕒𝕝 Melansir dari DW, pada pemungutan suara di hari Rabu anggota Majelis Nasional Kongo yang memilih pencopotan Sylvestre Ilunga sebagai perdana menteri sebanyak 367 suara dan 7 suara menolak, namun dalam pemungutan suara ada 100 anggota parlemen yang tidak hadir memberikan suara. Setelah keputusan tersebut, Sylvestre Ilunga memiliki waktu 24 jam untuk mengundurkan diri dari posisi perdana menteri.
Keputusan Majelis Nasional sepertinya tidak akan dituruti hal itu disampaikan seorang anggota parlemen, Francois Nzekuye, mengatakan bahwa Sylvestre Ilunga tidak akan mengundurkan diri.
Perdana menteri telah menyebut keputusan parlemen merupakan manuver politik dan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku. Para pendukung Kabila memboikot hasil pemungutan suara, dengan alasan bahwa ketua sementara parlemen tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap perdana menteri.
Baca Juga: Puluhan Petani di RD Kongo Tewas Dibunuh Pemberontak
2. Dilakukan untuk melemahkan pengaruh Kabila
Presiden Kongo ingin memperkuat kekuasaanya dengan menyingkirkan pengaruh mantan presiden Joseph Kabila. Sumber:Facebook.com/ Félix Antoine Tshisekedi Melansir dari Associated Press, Alexandre Raymakers, analis senior Afrika di Verisk Maplecroft, sebuah konsultan risiko global menyampaikan bahwa tindakan menyingkirkan perdana menteri, yang berasal dari pendukung Kabila merupakan langkah strategis dalam melemahkan pengaruh Kabila.
“Ini memang pertama kalinya Kabila absen secara signifikan sejak dia menggantikan ayahnya pada 2001 dan secara signifikan akan membatasi kemampuannya untuk mencalonkan diri lagi pada 2023. Ini jelas menunjukkan bahwa Tshisekedi, seorang presiden yang dianggap cukup lemah ketika ia berkuasa pada 2019, telah menunjukkan dirinya sebagai aktor politik yang mumpuni yang mampu memaksakan kewenangannya pada lanskap politik Kongo. Dia sekarang akan memfokuskan upayanya untuk mempersiapkan pemilihannya kembali pada tahun 2023."
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Melansir dari Al Jazeera, Joseph Kabila yang masih berusia 49 tahun sebelumnya telah berkuasa di Kongo selama 18 tahun sejak 2001 mengantikan ayahnya, Laurent Desire Kabila, yang tewas dibunuh oleh pengawalnya. Setelah mengundurkan diri Kabila tetap memiliki pengaruh melalui sekutu dalam politik, militer dan bisnis. Pemerintahannya dianggap buruk dan sering melakukan korupsi.
Pengganti Kabila presiden Tshisekedi terpilih melalui pemilihan presiden yang diragukan pada Desember 2018, yang bersumpah untuk memerangi korupsi, mengurangi ketidaksetaraan, dan memperbaiki pemerintahan. Pergantian kekuasaan tersebut merupakan yang pertama terjadi di Kongo tanpa pertumpahan darah sejak merdeka dari Belgia pada tahun 1960.
Namun, sejak menjabat pada Januari 2019 Tshisekedi telah dibatasi kekuasaanya oleh pendukung Kabila yang mayoritas berada di kekuasaan legislatif. Sebelum mayoritas anggota parlemen setuju memaksa Sylvestre Ilunga mundur dari posisi perdana menteri, Tshisekedi pada Desember lalu telah mengakkhiri koalisinya dengan Kabila.
Baca Juga: Puluhan Petani di RD Kongo Tewas Dibunuh Pemberontak