TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PM Inggris Minta Negara-Negara Kaya Tingkatkan Dana Iklim

Emisi global diperkirakan akan naik 16 persen pada 2030

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, saat berbicara dalam pertemuan PBB di New York, AS pada 20 September 2021. (Twitter.com/Boris Johnson)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, berbicara pada hari Senin (20/9/2021) di New York, Amerika Serikat (AS), menyerukan negara-negara kaya untuk memenuhi janji untuk meningkatkan pemberian dana dalam membantu mengatasi perubahan iklim. Seruan ini disampaikan Johnson di sela-sela pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) minggu ini.

1. Johnson mengingatkan kewajiban negara kaya untuk membantu negara berkembang

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, saat berbicara dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen melalui sambungan telepon pada 8 Desember 2020. (Facebook.com/Boris Johnson)

Melansir dari Reuters, pada hari Senin, Johnson dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyelenggarakan pertemuan iklim singkat yang mengundang para pemimpin dunia untuk membuat negara-negara kaya memenuhi janji pada 2009 untuk mengeluarkan dana hingga 100 miliar dolar AS (Rp1,4 kuadriliun) dalam menangani perubahan iklim pada 2020.

Johnson dalam pernyataanya di hari Senin, mengatakan negara-negara kaya telah merasakan manfaat dari industri yang menghasilkan polusi, yang seringkali mengabaikan dampaknya terhadap negara-negara berkembang. Karena itu Johnson mengigatkan kewajiban negara kaya untuk mendukung negara yang masih berkembang yang saat ini sedang mengembangkan ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Namun, permintaan itu akan sulit terpenuhi, karena dalam laporan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pekan lalu menunjukkan negara-negara kaya kesulitan menepati janji pendanaan. Laporan itu menyampaikan dana yang dikeluarkan pada 2019 mencapai 80 miliar dolar AS (Rp1,1 kuadriliun), kurang 20 miliar dolar AS (Rp284 triliun) untuk memenuhi target 2020.

Menanggapi pernyataan Johnson, Perdana Menteri Italia, Mario Draghi mengatakan janji dana yang akan dihabiskan untuk perubahan iklim itu harus dipenuhi. Dia juga mengatakan langkah-langkah saat ini untuk membatasi emisi gas rumah kaca global perlu melakukan tindakan yang lebih.

Baca Juga: Inggris Harap AS Jadi Percontohan Isu Perubahan Iklim

Melansir dari BBC, dalam perjalanannya ke New York, Johnson tidak yakin kemungkinan dapat mencapai target pendanaan di pertemuan KTT iklim COP26 Glasgow bulan November, dengan mengatakan kemungkinan itu "enam dari 10".

Namun, pejabat iklim Presiden AS, Joe Biden, John Kerry, mengatakan harpan pendanaan itu dapat dipenuhi, dia mengisyaratkan bahwa Biden kemungkinan akan mengumumkan lebih banyak pendanaan selama pertemuan PBB pada hari Selasa.

AS sempat menjadi hambatan besar dalam penanganan perubahan iklim karena pada pemerintahan Presiden Trump melakukan penarikan dari perjanjian iklim paris. Biden telah menyampaikan pemerintahannya ingin meningkatkan pendanaan iklim, tapi dia belum tentu mendapat persetujuan Kongres.

Menurut penelitian terbaru dari lembaga Overseas Development Institute, menyampaikan AS hanya membayar 4 persen dari bagiannya dalam pendanaan iklim seharusnya yang mereka keluarkan. Kelompok itu meminta AS mengeluarkan dana hingga 40 miliar dolar AS (Rp458 triliun), jumlah itu dianggap akan menjadi kontribusi AS yang sepadan.

Ketika Johnson dimintai pendapatnya mengenai pernyataan Kerry pada hari Senin, dia mengatakan peningkatan komitmen dari AS akan memberikan dampak besar. Negara Johnson telah mengeluarkan sekitar 11,6 miliar pound sterling (Rp225 triliun) dalam keuangan iklim internasional untuk lima tahun ke depan.

2. AS diminta tingkatkan pendanaan iklim

Baca Juga: Inggris Harap AS Jadi Percontohan Isu Perubahan Iklim

Verified Writer

Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya