TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Data Sensitif Diakses, Bank Sentral Selandia Baru Kena Serangan Siber

Pernah terjadi serangan siber pada bursa saham Selandia Baru

Gubernur Bank Sentral Selandia Baru, Adrian Orr, saat menyampaikan kebijakan moneter pada November 2020 (twitter.com/ReserveBankofNZ)

Wellington, IDN Times — Bank Sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand, pada Minggu (10/1/2021) waktu setempat, dalam rilis resminya mengatakan telah terjadi pembobolan terhadap salah satu sistem datanya, sebuah layanan berbagi pihak ketiga yang menyimpan informasi sensitif. 

Meski fungsi inti Bank Sentral tetap berjalan semestinya, belum diketahui kapan pastinya terjadi pembobolan atau indikasi siapa yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, dilansir dari laman Asociated Press. Bank Sentral menangani masalah ini sebagai hal "prioritas dan penting."

1. Pembobolan telah diatasi namun investigasi masih terus dilakukan 

Saat ini, kegiatan penyelidikan masih terus dilakukan. Gubernur Bank Sentral Selandia Baru, Adrian Orr, mengatakan bahwa pembobolan telah berhasil ditangani dan sistem saat ini berjalan offline sampai penyelidikan awal selesai.

"Kami bekerja erat dengan pakar keamanan siber domestik dan internasional serta otoritas terkait dalam investigasi serangan ini," ungkap Adrian Orr. Ia mengatakan sifat dan luasan informasi yang diakses masih ditentukan, namun informasi pribadi maupun komersial yang sensitif kemungkinan diakses oleh peretas.

Bank Sentral memperkirakan kerugian akibat serangan siber untuk industri bank dan asuransi di Selandia Baru sekitar 80-140 juta dolar selandia baru tiap tahunnya atau sekitar Rp800 miliar hingga Rp1,4 triliun.

Baca Juga: Diserang Hiu, Perempuan di Selandia Baru Meninggal

2. Serangan siber meningkat 33 persen selama setahun terakhir

Ilustrasi Cybercrime (unsplash.com/@mbaumi)

Melansir dari Tim Tanggap Darurat Komputer Selandia Baru, di tahun 2020 serangan siber meningkat 33 persen year-on-year. Beberapa organisasi besar Selandia Baru turut menjadi korban pada tahun lalu, termasuk kejahatan siber DDoS pada bursa saham negara tersebut di bulan Agustus lalu yang membuat khawatir banyak pihak. Serangan malware tersebut mengganggu server bursa saham serta situs web mereka, dan memaksa kegiatan perdagangan dihentikan selama beberapa hari. Melansir dari kantor berita Reuters, sebuah firma keamanan siber independen yang ditugaskan untuk meninjau serangan tersebut, mengatakan bahwa kecanggihan, persistensi, dan banyaknya serangan merupakan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Selain itu, korporasi lebih sering menjadi target empuk karena dianggap lebih menguntungkan bagi peretas. Pada awal tahun 2020 terjadi serangan siber pada beberapa perusahaan seperti Fisher & Paykel Appliances, Toll Group, dan Lion. F&P Appliances mengalami ransomware. Peretas membeberkan sejumlah spreadsheet dan file perencanaan perusahaan ke internet, dengan upaya agar perusahaan mau membayar sejumlah uang untuk menebus data tersebut.

Baca Juga: Diserang Hiu, Perempuan di Selandia Baru Meninggal

Writer

Nissa Abdillah

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya