Adanya Propaganda Berlebihan di Konflik Tigray di Ethiopia
Ketegangan etnis jadi ancaman
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Addis Ababa, IDN Times – Selama hampir satu bulan lamanya, negara Ethiopia yang berada di wilayah strategis Tanduk Afrika diguncang oleh konflik berdarah. Instruksi operasi militer Perdana Menteri Abiy Ahmed pada 4 November berlanjut dengan peperangan sengit antara tentara federal dengan tentara Tigrayan People’s Liberation Front (TPLF) wilayah regional Tigrayan.
Peperangan yang terjadi, tidak pernah ditemukan angka pasti korban jiwa. Kemungkinan ribuan nyawa dari kedua belah pihak. Ketika operasi militer pertama dilakukan, jaringan telepon dan internet di wilayah Tigray dimatikan sehingga media internasional tidak bisa melakukan verifikasi independen atas pernyataan dari kedua belah pihak.
Pada tanggal 28 November 2020, pasukan federal Ethiopia melakukan serangan paripurna ke jantung pertahanan pasukan TPLF di ibukota Tigray, Mekelle. Serangan tersebut membuat ibukota Mekelle dilumpuhkan sehingga membuat Abiy Ahmed mendeklarasikan kemenangannya. Selama konflik, beberapa kali kelompok internasional menyerukan perundingan damai tapi tidak digubris oleh Abiy Ahmed.
1. Pengakuan seorang dokter dari rumah sakit Mekelle
Konflik di Ethiopia antara pemerintah federal dengan pemerintah regional Tigray telah membuat kekhawatiran akan guncangan stabilitas di kawasan strategis Tanduk Afrika. Namun, konflik tersebut kini mereda dengan ditaklukkannya ibukota Mekelle oleh tentara federal. Selama konflik, wilayah Tigray telah diblokade oleh pasukan federal sehingga media dan bantuan kemanusiaan tidak bisa memasuki wilayah itu.
Desakan untuk membuka blokade tidak diizinkan oleh militer federal. Bantuan kemanusiaan baru mulai dikirim awal Desember memasuki wilayah Tigray setelah konflik mulai mereda. Beberapa orang yang tadinya terkurung di Mekelle, sudah bisa membebaskan diri. Salah satunya adalah seorang dokter yang bekerja di rumah sakit di Mekelle. Dia selamat dan akhirnya bisa ke Addis Ababa, ibukota Ethiopia.
Kepada Al Jazeera, dokter yang tidak mau disebutkan identitasnya karena takut ancaman itu, menceritakan kisahnya selama konflik bermula hingga berakhir. Pada awal peperangan dimulai, rumah sakit tempatnya bekerja dibanjiri korban dari militer kedua sisi. Setidaknya ada 60 prajurit. Dia menyaksikan lima kematian saat itu.
Namun setelah operasi militer dilakukan, saluran listrik, telepon dan internet padam. Bank juga tutup. Rumah sakit mengandalkan generator dengan bahan bakar solar. Dua minggu pertempuran berlangsung, kelangkaan mulai terjadi. Bank-bank mulai buka untuk sementara namun “harga pangan melonjak mengkhawatirkan. Persediaan bahan makanan pokok mulai habis” kata dokter itu (14/12).
Baca Juga: Ethiopia akan Kembalikan Pengungsi Eritrea ke Kamp Tigray
Baca Juga: Serangan 'Terakhir dan Penting' Bakal Dilakukan Ethiopia ke Tigray
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.