Ancaman Kekerasan di Pemilu Republik Afrika Tengah
Mantan Presiden dituduh memicu kekerasan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bangui, IDN Times – Republik Afrika Tengah memiliki luas wilayah 620.000 kilometer persegi. Dengan luas wilayah tersebut, ada sekitar 4,7 juta penduduk yang hidup di dalamnya. Ibukota Republik Afrika Tengah adalah Bangui dengan bahasa resmi Sango dan Prancis.
Negara Republik Afrika Tengah dipimpin oleh Presiden Faustin-Archange Touadera. Pada pemilu yang dimulai hari Minggu, 27 Desember 2020, dia mencalonkan diri kembali sebagai upaya kepemimpinannya untuk yang kedua kali. Namun, pemilu yang memilih parlemen dan presiden tersebut terancam dengan aksi kekerasan dari para milisi pemberontak.
Kelompok bersenjata dari milisi pemberontak tersebut memusuhi Presiden Faustin-Archange Touadera. Mereka semakin meningkatkan intensitas serangan ketika Mahkamah Konstitusi di negara tersebut menolak beberapa calon, termasuk mantan Presiden Francois Bozize. Pemilu tetap dilaksanakan pada tanggal 27 Desember meskipun ancaman kekerasan pemberontak terus terjadi.
1. Ikhtiar mencari perdamaian abadi
Republik Afrika Tengah merdeka dari pendudukan Prancis pada tahun 1960. Selama kemerdekaannya, telah terjadi setidaknya lima kali kudeta dan banyak pemberontakan dari para kelompok bersenjata. Di Republik Afrika Tengah ada enam kelompok pemberontak yang tergabung dalam Coalition of Patriots for Change (CPC). Kelompok tersebut sering melakukan serangan-serangan untuk menggoyang pemerintahan Presiden Touadera.
Bentrokan di beberapa daerah telah mereda pada hari Kamis, 24 Desember 2020, seiring dua kelompok dari CPC memutuskan untuk melakukan gencatan senjata secara sepihak. Meskipun begitu, ancaman kekerasan masih terjadi ketika pemilu berlangsung.
Seorang pengamat pemilu di Bangui, Alexander Cyril Ngozo, menjelaskan kekhawatiran ancaman kekerasan terhadap penduduk kepada Al Jazeera. Menurutnya, “saya mengkhawatiran sesama masyarakat pedesaan. Mereka adalah orang-orang yang tidak berpolitik” (27/12). Kekisruhan yang terjadi di Republik Afrika Tengah bukan untuk kepentingan orang-orang desa, tetapi mereka menemukan diri menjadi korban dalam situasi yang buruk.
Namun, salah satu warga yang berjualan kacang tanah dan singkong di pinggiran jalan Bangui bernama Yvonne Vola, perempuan sepuh berumur 80 tahun dengan sembilan anak, bersikeras akan datang ke lokasi pemilihan dan memberikan suaranya. “Ini adalah negara saya dan saya akan memilih untuk menemukan kedamaian abadi”.
Kisruh yang terjadi di Repubik Afrika Tengah telah menyengsarakan banyak orang. Pemilu kali ini dianggap sebagai sebuah ujian untuk menempuh stabilitas keamanan di negara tersebut. PBB memiliki belasan ribu pasukan penjaga perdamaian yang ditempatkan di negeri pimpinan Presiden Faustin-Archange Touadera itu.
Baca Juga: Pemilu Niger Tetap Digelar Meski Dibayangi Krisis
Baca Juga: Nikaragua Resmi Larang Kandidat Oposisi di Pemilu 2021
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.