TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kronologi Konflik Ukraina-Rusia, Konflik yang Dapat Picu Perang Dunia

Konflik sejak 2014 yang tak sepenuhnya padam

ilustrasi jet tempur Ukraina (Twitter.com/Defence of Ukraine)

Jakarta, IDN Times - Konflik antara Ukraina dengan Rusia sampai saat ini belum mereda. Bahkan dapat dibilang ketegangan itu terus memanas. Ancaman perang semakin dekat. 

Ketegangan Ukraina-Rusia telah menciptakan krisis keamanan yang mengancam Eropa Timur, Eropa secara keseluruhan serta dikhawatirkan dapat memicu timbulnya Perang Dunia baru, yaitu Perang Dunia ke-3.

Upaya untuk meredakan ketegangan tersebut telah dilakukan dengan banyak cara seperti misalnya dengan diplomasi. Tapi sejauh ini diplomasi tingkat tinggi yang sudah dilakukan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia, mengalami kegagalan.

Upaya lain untuk meredakan konflik itu, sampai saat ini terus dilakukan. Meski demikian, desa-desa Ukraina yang dekat dengan perbatasn Rusia telah mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman peperangan yang mematikan.

Bagaimana sebenarnya kronologi konflik Ukraina-Rusia berjalan sampai saat ini, yang menimbulkan kekhawatiran akan lahirnya Perang Dunia baru? Berikut ini adalah garis waktu peristiwa konflik Ukraina-Rusia, krisis yang sedang jadi perhatian utama oleh dunia.

1. Ukraina meraih kemerdekaan dari Soviet, tahun 1991

ilustrasi bendera Ukraina. (Pixabay.com/jorono)

Ukraina memerdekakan diri dari Uni Soviet yang runtuh pada tahun 1991. Dalam referendum nasional pada bulan Desember, 90 persen rakyat memilih merdeka.

Wilayah-wilayah lain yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Uni Soviet juga memerdekakan diri dan berusaha membentuk negara secara mandiri.

Banyak di antaranya yang tetap dekat ke Rusia seperti negara-negara di Asia Tengah, tapi tak sedikit yang kemudian condong ke pengaruh Barat yang lebih demokratis.

Ukraina adalah salah satu negara pecahan Soviet yang condong ke sistem demokrasi Barat.

Soviet yang kemudian menjadi Rusia, dapat dibilang kehilangan banyak hal termasuk industrinya yang berada di Ukraina. Banyak politisi Rusia yang menilai bahwa berpisahnya Ukraina dari Soviet adalah kesalahan sejarah dan ancaman bagi posisi Rusia sebagai kekuatan besar.

Pemerintah Ukraina sendiri masih terus mencoba dengan susah payah melakukan berbagai penyeimbangan di antara rakyatnya. Secara umum, Ukraina tersekat oleh masyarakat dua bahasa yakni bahasa Ukraina dan bahasa Rusia.

Dalam penilaian Jonathan Masters dari Council on Foreign Relations, masyarakat berbahasa Ukraina mendukung negara itu terintegrasi dengan Eropa, tetapi masyarakat berbahasa Rusia mendukung untuk dekat dengan Rusia.

Masyarakat berbahasa Ukraina sebagian besar berada di wilayah barat dan masyarakat Ukraina berbahasa Rusia sebagian besar terkonsentrasi di wilayah selatan dan timur.

Baca Juga: AS Amankan Pasokan Energi Eropa Jika Rusia Serang Ukraina

2. Protes Euromaidan yang menggulingkan Yanukovych, tahun 2014

Perpecahan internal dalam masyarakat Ukraina terus terjadi. Mendekat ke Eropa atau Rusia masih jadi masalah yang serius.

Kemenangan Viktor Yanukovych yang pro-Rusia sebagai Presiden Ukraina pada 2010 membuat negara itu mulai mengalami guncangan. Yanukovych lebih condong ke Rusia daripada ke Eropa, sehingga protes-protes untuk menentang pemerintahannya terjadi.

Protes itu terus meningkat pada tahun 2013 dan mencapai puncaknya melibatkan hampir satu juta demonstran di ibu kota Kiev dan kota lain. Protes ini disebut "Euromaidan."

Protes adalah luapan kekecewaan atas korupsi dan nepotisme dalam pemerintahan Ukraina pasca-Soviet. Protes juga menuntut agar Ukraina menjadi lebih demokratis dan terintegrasi dengan Eropa.

Memasuki awal tahun 2014, tekanan kepada Yanukovych semakin meningkat. Presiden Yanukovych kemudian digulingkan. Dia melarikan diri ke Rusia. Dari tempat pelariannya itu, dia menuduh bahwa dirinya telah dikudeta.

Dalam gejolak tersebut, parlemen sempat mengumumkan pelarangan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi kedua. Langkah itu menyebabkan gelombang kemarahan rakyat di wilayah berbahasa Rusia, khususnya yang berada di selatan dan timur.

Ada banyak etnis Rusia yang tinggal di Ukraina sejak lama. Dalam sensus pada tahun 2001, lebih dari delapan juta rakyat Ukraina adalah etnis Rusia.

3. Rusia mencaplok Krimea, tahun 2014

Kendaraan tempur Rusia. (Twitter.com/ Минобороны России)

Gejolak pemerintahan Ukraina merembet tidak hanya di ibu kota tapi juga di daerah-daerah lain, khususnya di mana etnis Rusia mendominasi. Pertentangan agar Ukraina terintegrasi dengan Eropa atau Ukraina mendekat ke Rusia terus meruncing.

Di Krimea, bagian selatan Ukraina, orang-orang bersenjata yang pro-Rusia merebut gedung-gedung penting di ibu kota wilayah tersebut.

Bahkan pada bulan Februari 2014, ketika Yanukoviych digulingkan, orang-orang berseragam militer Rusia tanpa tanda pengenal terlihat di Krimea.

Dengan alasan melindungi kepentingan Rusia dan etnis Rusia yang terancam, Presiden Putin meminta kepada Parlemen Rusia untuk diizinkan menggunakan kekuatan guna menguasai wilayah Krimea. Parlemen Rusia mengizinkan permintaan itu.

Ada banyak pasukan Rusia yang kemudian hadir di Krimea. Dewan tertinggi Krimea kemudian melakukan referendum dan menyatakan 90 persen lebih pemilih memutuskan untuk bergabung dengan Rusia.

Referendum itu dinilai oleh banyak pihak telah dimanipulasi karena tanpa adanya pengawasan. Pada bulan Maret 2014, Krimea dicaplok oleh Rusia dan dimasukkan dalam wilayah Negeri Beruang Merah.

Enam tahun setelah itu, Steven Pifer dari The Brookings Institution menilai ada perubahan demografis yang terjadi secara signifikan di Krimea. Banyak masyarakat Tartar yang sebelumnya ada di wilayah itu, melarikan diri karena diskriminasi dan ditindas.

Di sisi lain, banyak orang Rusia yang didatangkan ke Krimea. Mereka adalah orang-orang Rusia dari Siberia. Jumlah arus masuk orang Rusia ke Krimea selama enam tahun sejak dicaplok Rusia sekitar 250.000 orang, termasuk pasukan dan pelaut.

Setelah pencaplokan itu, Kremlin meningkatkan kehadiran dan kekuatan militer Rusia di Krimea, mengerahkan kapal selam, jet tempur dan persenjataan tempur permukaan.

4. Konflik Donbas, tahun 2014-2015

Militer Ukraina sedang melakukan latihan tempur. (Twitter.com/Defence of Ukraina)

Selain mencaplok Krimea, Rusia juga dituduh telah melakukan provokasi yang memicu pasukan separatis pemberontak di bagian timur Ukraina melakukan pemberontakan sehingga mendeklarasikan diri sebagai negara yang terpisah dari Kiev.

Pasukan separatis itu terletak di Donbas. Di wilayah itu, banyak etnis Rusia yang hidup dengan menggunakan bahasa Rusia. Dua wilayah yang memerdekakan diri adalah Republik Luhansk dan Republik Donetsk.

Konflik Donbas ini menyebabkan kematian sekitar 14.000 ribu nyawa. Pasukan Ukraina bertempur habis-habisan melawan pasukan separatis yang pro-Moskow.

Selama konflik, pesawat Malaysia Airlines MH17 yang terbang dari Amsterdam ditembak dan jatuh di daerah kelompok separatis. 298 penumpang dan awak tewas.

Baik Ukraina dengan Barat menuduh bahwa Rusia telah mendukung dan terlibat dengan kelompok separatis Dobas. Tapi Moskow secara resmi terus menyangkal terlibat dalam konflik tersebut.

Perjanjian gencatan senjata dibuat untuk menengahi konflik itu pada tahun 2015, di tengahi oleh Jerman dan Prancis dan dilakukan di ibu kota Minsk, Belarusia dan disebut sebagai "Minsk Protocol."

5. Ukraina berusaha bergabung dengan NATO, tahun 2017-2019

Volodymyr Zelensky, Presiden Ukraina (Twitter.com/Володимир Зеленський)

Peristiwa di tahun 2014 di Ukraina telah menyebabkan Rusia mendapatkan banyak sanksi dari negara-negara Barat. Rusia bahkan dikeluarkan dari kelompok negara G-8 yang saat ini disebut G-7.

Hubungan antara Rusia dengan negara-negara Barat memburuk, termasuk dengan Amerika Serikat yang mendukung Ukraina. AS tetap mengakui bahwa Krimea adalah wilayah Ukraina dan bukan milik Rusia yang telah mencaploknya.

Bahkan AS mengalirkan bantuan ratusan juta dolar tiap tahun untuk Ukraina, usai Rusia mencaplok wilayah Krimea. Bantuan itu termasuk persenjataan untuk pertahanan. AS juga memberikan sanksi kepada beberapa pejabat dan perusahaan Rusia karena dianggap berperan dalam krisis Ukraina.

Negara Barat lain seperti Kanada, juga memberikan bantuan untuk Ukraina, termasuk pelatihan militer. Bantuan dilakukan secara kontinyu dengan mengirim pasukan khusus Kanada ke Ukraina.

Hubungan antara Ukraina dengan Rusia sendiri juga semakin tidak jelas. Pada tahun 2017, parlemen Ukraina mengesahkan aturan ketertarikan untuk bergabung dengan NATO. Langkah tersebut membuat Rusia gusar.

Pada tahun 2019, Ukraina memiliki presiden baru yaitu Volodymyr Zelensky. Di bawah pemerintahan Zelensky yang kritis terhadap korupsi dan pro-Barat, dia menyetujui strategi keamanan untuk bermitra dengan NATO.

Rusia telah memperingatkan NATO sebelumnya, untuk tidak melakukan ekspansi pengaruh ke Eropa Timur, termasuk Ukraina. Moskow menganggap Ukraina adalah garis merah yang tidak boleh dilewati. Ekspansi NATO ke Ukraina dinilai mengancam keamanan dalam negeri Rusia.

Baca Juga: AS: Rusia Pasti akan Bergerak ke Ukraina

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya