TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Misi Perdamaian PBB di Mali Harus Tunda Penerbangan

Misi PBB di Mali adalah misi paling mematikan

Pasukan Perdamaian PBB di Mali (Twitter.com/MINUSMA)

Jakarta, IDN Times - Mali adalah salah satu negara yang bergejolak di Afrika Barat. Misi perdamaian PBB di negara itu, MINUSMA, sementara ini menghentikan semua penerbangan karena Mali mendapatkan sanksi ketat dari ECOWAS.

ECOWAS atau Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat menginginkan Mali mempercepat pemilu yang adil dan demokratis, serta mengembalikan negara itu ke tatanan konstitusional. Saat ini Mali dikuasai oleh junta militer pimpinan Assimi Goita. Dia telah memimpin kudeta militer sebanyak dua kali hanya dalam jangka waktu sembilan bulan.

1. Pembatalan penerbangan sementara misi PBB

Pasukan Perdamaian PBB patroli di Mali (Twitter.com/MINUSMA)

Sebagai negara yang bergejolak, terutama dari ancaman kelompok ekstremis, PBB menempatkan pasukan perdamaian di Mali. Misi perdamaian yang disebut MINUSMA itu, memiliki jumlah pasukan yang banyak, yakni sekitar 13.000 personel militer.

Tapi karena politik Mali terus mengalami gangguan dan saat ini dikuasai oleh pemerintahan junta militer, negara itu mendapatkan sanksi ekonomi yang ketat dari ECOWAS, termasuk pemblokiran penerbangan. Sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB mendukung sanksi tersebut, tapi ditolak oleh Rusia dan China.

Sementara sanksi dari ECOWAS berlaku, MINUSMA di Mali akhirnya membatalkan semua penerbangannya di negara tersebut.

Dilansir Reuters, "MINUSMA harus menangguhkan sementara semua penerbangan. Kami sedang berdiskusi dengan mitra Mali kami tentang mekanisme baru untuk menyetujui penerbangan MINUSMA," kata seorang juru bicara.

Dengan pembatalan semua penerbangan, maka itu akan mengganggu operasi pengamanan yang dilakukan oleh MINUSMA. Oleh karena itu, juru bicara tersebut mengharapkan ada resolusi yang sangat cepat untuk masalah itu.

Baca Juga: Eks Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita Wafat

Ancaman utama kelompok ekstremis di Mali berada di bagian utara dan tengah negara tersebut. Bahkan kelompok ekstremis sempalan ISIS dan al-Qaida tersebut, saat ini telah mulai berkembang menuju selatan. Mereka sering menargetkan pasukan keamanan, baik itu milik pemerintah Mali atau pasukan perdamaian PBB.

Tapi pemimpin Mali saat ini, Assimi Goita, yang meraih kekuasaan lewat jalur kudeta, berencana berkuasa sampai lima tahun ke depan baru mengadakan pemilu. Sebelumnya, mereka telah berjanji akan mengadakan pemilu pada akhir Februari 2022.

ECOWAS menuntut janji itu dipenuhi, tapi pemerintah Mali menolak. Akhirnya, Mali dihantam sanksi ekonomi yang ketat.

Dilansir dari laman resmi PBB, pihak berwenang Mali saat ini didesak untuk secara konstruktif bekerja sama dengan ECOWAS dan mitra internasional untuk mengadakan pemilu dan mengembalikan ke tatanan konstitusional.

Amerika Serikat (AS) mendesak Mali bekerja sama dengan MINUSMA untuk meningkatkan keamanan. AS berharap negara itu mendukung keselamatan penjaga perdamaian PBB yang melindungi warga sipil dari ancaman kelompok ekstremis.

Sedangkan Prancis, bekas kekuatan kolonial di Mali yang telah banyak memberi bantuan pasukan untuk menetralisir ancaman ekstremis di negara tersebut, merasa prihatin dengan langkah Mali. Mali baru saja sepakat membayar tentara bayaran swasta dari Rusia, Wagner Group, menggunakan dana publik yang sebenarnya sudah minim.

2. Mali didesak untuk bekerja sama dengan ECOWAS

Baca Juga: DK PBB Kunjungi Mali, Desak Pemilihan Diadakan Februari

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya