TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nasib Anak-Anak di Kamp Suriah: Korban Kekerasan dan Radikalisasi

Anak-anak terancam masa depannya

Nasib anak-anak di kamp pengungsian al-Hol, Suriah, terpapar radikalisasi dan jadi ancaman masa depan. (Twitter.com/The World Reviews)

Damaskus, IDN Times - Konflik untuk memerangi gerakan radikal ISIL di sekitar Suriah dan Irak telah menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi. Pada Februari 2021, di kamp pengungsian timur laut Suriah yang bernama al-Hol, setidaknya lebih dari 60 ribu pengungsi yang ditampung.

Dari jumlah tersebut, sekitar 20.000 adalah anak-anak. Mereka bermain di jalanan antara tenda pengungsi, tanpa mendapatkan pendidikan formal. Mereka adalah anak-anak dari keluarga anggota ISIL yang dikalahkan.

Kamp tersebut diketahui berada di bawah kendali Syrian Democratic Forces (SDF) yang mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat. Namun setelah dua tahun ISIL dijatuhkan, ideologinya masih mengancam. Lebih ironis lagi, anak-anak di kamp al-Hol adalah mereka yang terpapar ideologi radikal tersebut.

1. Ancaman kekerasan dan pembunuhan

Kamp pengungsian al-Hol (Twitter.com/Syrian Democratic Council SDC)

Ketika gerakan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Levant (ISIL) muncul, konflik memanas di daerah Suriah dan Irak. Aliansi pasukan SDF yang didukung oleh Amerika Serikat termasuk yang menggempur gerakan tersebut. Pada tahun 2019, ISIL secara luas mampu dilumpuhkan. Para korban yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, mengungsi di kamp pengungsian al-Hol.

Dengan jumlah pengungsi yang terus meningkat dan membesar, pasukan SDF sebenarnya kewalahan untuk menjaga keamanan di kamp pengungsian tersebut. Mereka kekurangan personel.

Melansir VOA News, UNICEF telah mengatakan kekhawatirannya terhadap nasib anak-anak di kamp tersebut. Pada akhir Maret lalu, kematian anak-anak di kamp al-Hol meningkat.

Bo Viktor Nylund, perwakilan UNICEF di Suriah mengatakan "situasi keamanan di kamp mengkhawatirkan dengan pembunuhan yang dilaporkan terhadap 40 orang dewasa dan dua anak sejak awal tahun, 16 di antaranya selama bulan Maret saja."

Nylund mendesak pihak yang berwenang untuk mengamankan keselamatan anak-anak dan semua penghuni kamp.

Kepala Kantor Urusan Pengungsi yang bernama Sheikhmous Ahmed mengatakan, ada dugaan bahwa meningkatnya aksi kekerasan di dalam lingkungan kamp karena aktivitas sel-sel ISIL (IS) yang berkembang, baik itu dari dalam kamp maupun dari luar.

Baca Juga: Kasus Bunuh Diri Anak-anak Suriah Meningkat Tajam

Kamp al-Hol awalnya berdiri pada tahun 1991 untuk menampung pengungsi dalam perang Teluk. Pada tahun 2003, kamp yang sudah sepi kembali dibuka ketika Amerika Serikat menginvasi Irak.

Sejak runtuhnya ISIS pada tahun 2019, jumlah pengungsi di kamp tersebut melonjak drastis. Sebagian besar dari mereka adalah keluarga ISIS yang kalah dalam pertempuran.

Namun kamp yang disediakan untuk menampung mereka yang kalah itu, kini diyakini akan menimbulkan ancaman baru di masa depan. Dengan dominasi keluarga ISIS atau ISIL, maka anak-anak kecil yang bahkan belum remaja, terpapar ideologi radikal orang tuanya. Hal tersebut akan jadi ancaman terbesar di masa depan.

Associated Press, yang melakukan kunjungan ke kamp al-Hol pada bulan Mei mengatakan "tampaknya tidak ada minat internasional untuk menyelesaikan situasi mereka." Ada sel-sel tidur dari ISIS yang terus melakukan pemberontakan tingkat rendah dan menunggu kesempatan untuk bangkit kembali.

Hal penting yang paling dikhawatirkan adalah nasib anak-anak tersebut. Sebagian besar dari mereka belum remaja. Mereka menghabiskan masa kecil mereka dalam kondisi yang menyedihkan tanpa sekolah, tidak ada tempat untuk bermain atau berkembang.

Yang dilihat oleh Associated Press adalah keprihatinan karena anak-anak bermain dengan pedang tiruan dan spanduk hitam meniru militan kelompok radikal. Hanya sedikit yang bisa membaca atau menulis di antara anak-anak tersebut.

Tidak ada institusi yang secara resmi tersisa untuk membentuk anak-anak, kecuali keluarga yang memiliki sisa-sisa sel radikal ISIS, dan mendidik anak-anak itu secara pelan.

Sonia Khush, seorang direktur Save the Children’s Syria Response mengatakan "anak-anak ini adalah korban pertama ISIS."

2. Radikalisasi anak-anak

Baca Juga: Kasus Bunuh Diri Anak-anak Suriah Meningkat Tajam

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya