TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PBB Tuntut Prancis Bertanggung Jawab atas Serangan Udara di Mali

19 warga sipil tewas akibat serangan udara Prancis

Ilustrasi pasukan Prancis. (Twitter.com/Task Force Hades)

Paris, IDN Times - Prancis secara berulang kali terus menolak laporan PBB yang menyatakan bahwa serangan udara di Mali telah membunuh warga sipil. Serangan itu dilakukan pada 3 Januari 2021 silam dan menewaskan setidaknya 22 orang. Tiga di antaranya adalah anggota militan.

PBB menurunkan laporan tersebut pada 30 Maret 2021 di laman resminya. Tim pencari fakta yang melakukan penyelidikan atas serangan udara Prancis di desa bernama Bounti di Mali, dilakukan oleh 15 petugas hak asasi manusia, dua ahli forensik dari PBB serta dua petugas informasi publik.

Kini Prancis terus menghadapi tekanan kuat agar bertanggung jawab atas serangan tersebut. Prancis terus mendapatkan desakan agar mengakui bahwa serangan udara yang dilakukan merenggut korban nyawa warga sipil.

Baca Juga: Republik Ceko Ganti Menteri Kesehatan Keempat Kalinya Sejak Pandemik

1. Desakan untuk dilakukan penyelidikan independen

Mali telah menghadapi pemberontakan para jihadis sejak tahun 2012 lalu. Serangan dari para pemberontak terus meluas bahkan sampai di wilayah Sahel yang berada di Afrika Barat. Prancis turun tangan untuk membantu menetralisir jihadis militan di negara bekas koloninya.

Sangat jarang sebuah laporan tentang aksi militer Prancis di wilayah tersebut mendapatkan penyelidikan. Namun laporan yang diturunkan oleh PBB bulan lalu mengungkap bahwa serangan udara Prancis di Mali pada awal tahun telah merenggut belasan nyawa warga sipil.

Diberitakan The Guardiankelompok keluarga korban yang selamat dari serangan udara itu, menuntut agar personel militer yang terlibat dalam serangan mendapatkan dakwaan. Hamadoune Dicko, pemimpin kelompok suku Fulani, salah satu suku terbesar di Mali yang mecakup lebih dari dua juta penduduk, mengatakan bahwa salah satu temannya tewas dalam serangan tersebut.

Dicko mendesak untuk dilakukan penyelidikan independen oleh sistem peradilan, "Apakah itu Mali, Prancis atau internasional." Dengan penyelidikan tersebut keluarga korban dapat diberi kompensasi dan bahwa mereka yang bertanggung jawab dapat dibawa ke pengadilan.

2. Serangan untuk menetralkan elemen teroris

Florence Parly, Menteri Pertahanan Prancis menemui pasukannya di Mali. (Twitter.com/J.M. GALL)

Serangan udara Prancis di Mali pada 3 Januari telah menimbulkan kontroversi. Apalagi setelah dikeluarkannya laporan dari PBB yang mengungkap bahwa serangan itu menewaskan warga sipil. MINUSMA, sebuah lembaga hak asasi yang memiliki afiliasi dengan PBB mengatakan telah melakukan penyelidikan terhadap sekitar 400 saksi, dan 115 di antaranya dengan wawancara tatap muka.

Dari investigasi tersebut, 19 korban dari total 22 orang yang meninggal adalah warga sipil. Hanya tiga orang yang disebut sebagai anggota militan jihadis. Dalam laporan PBB, serangan itu menyasar sebuah acara pernikahan warga yang sedang berlangsung.

Dilansir France24, Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly, melakukan perjalanan ke Bamako, Mali, pada awal April. Dia melakukan pertemuan dengan presiden sementara Mali, Bah Ndaw. Usai pertemuan, Parly mengatakan kepada wartawan bahwa serangan tersebut menargetkan kelompok bersenjata.

“Tidak ada perempuan atau anak-anak di antara korban, dan serangan ini dimaksudkan untuk menetralkan elemen teroris,” kata Parly. Dia juga menjelaskan bahwa serangan yang dilakukan oleh militer Prancis diikuti proses penargetan yang ketat sesuai hukum internasional.

Baca Juga: Gunung La Soufrière Meletus, Pulau Karibia Diselimuti Asap

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya