67 Negara Miskin Terancam Kekurangan Vaksin COVID-19
Lebih dari 50 persen kandidat vaksin diborong negara kaya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Bukan rahasia lagi di saat kandidat-kandidat vaksin virus corona (COVID-19) semakin banyak bermunculan, semakin banyak juga negara yang menandatangani kesepakatan pembelian dengan perusahaan-perusahaan produsen vaksin.
Menurut People's Vaccine Alliance dalam laporan barunya yang rilis pada 9 Desember 2020, lebih dari 50 persen dari semua kandidat vaksin yang paling menjanjikan sejauh ini telah dibeli negara-negara kaya.
Aliansi ini terdiri dari berbagai organisasi, termasuk Amnesty International, Frontline AIDS, Global Justice Now dan Oxfam. Laporan mereka menggunakan data yang dikumpulkan oleh perusahaan analisis dan informasi sains Airfinity, yang menganalisis kesepakatan yang dilakukan antara negara dan delapan kandidat vaksin COVID-19 terkemuka saat ini.
Baca Juga: Ini 5 Vaksin yang Digunakan Indonesia dan Jumlah Dosis Pemesanannya
1. Ada 67 negara berpenghasilan rendah terancam tidak dapat cukup vaksin
Menurut data yang sudah diperbarui, sebanyak 67 negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah tidak mendapatkan pasokan vaksin yang cukup. “Lima dari 67 negara itu, yaitu Kenya, Myanmar, Nigeria, Pakistan dan Ukraina, telah melaporkan hampir 1,5 juta kasus di antara mereka,” kata laporan itu.
Menanggapi laporan ini, Anna Marriott, Manajer Kebijakan Kesehatan Oxfam, mengatakan bahwa vaksin seharusnya diberikan secara adil kepada setiap orang.
“Tidak seorang pun boleh dihalangi dari mendapatkan vaksin penyelamat hidup hanya karena negara tempat mereka tinggal atau jumlah uang yang ada di kantong mereka. Tetapi kecuali ada sesuatu yang berubah secara dramatis, miliaran orang di seluruh dunia tidak akan menerima vaksin yang aman dan efektif untuk COVID-19 untuk tahun-tahun mendatang,” paparnya.
Baca Juga: Joe Biden Janji Distribusikan 100 Juta Vaksin COVID-19 usai Dilantik
Baca Juga: Amnesty International: Negara Kaya Memborong dan Menumpuk Vaksin COVID