TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jimmy Lai, Satu-satunya Miliarder Pendukung Demonstrasi Hong Kong

Selain taipan media, Lai juga adalah pendiri merek Giordano

Taipan media Hong Kong Jimmy Lai. Dickson Lee via South China Morning Post

Hong Kong, IDN Times - Di tengah demonstrasi yang terjadi di Hong Kong beberapa waktu lalu, muncul pertanyaan soal peran para pebisnis. Ini karena dua hal. Pertama, tidak sedikit karyawan perusahaan-perusahaan lokal maupun global yang bergabung dengan massa lain untuk turun ke jalan.

Kedua, karena ini, pemerintah Tiongkok menekan para petinggi di sektor bisnis dan pemilik usaha untuk menunjukkan sikap anti-protes. CEO Cathay Pacific, Rupert Hogg, terpaksa mengundurkan diri karena mendapatkan hujan kritik dari Beijing setelah para staf maskapai bermarkas di Hong Kong itu mengikuti demonstrasi.

Baca Juga: Di Tengah Protes Tiada Henti, Miliarder Hong Kong Pilih Bermigrasi

1. Seorang taipan media bernama Jimmy Lai justru mencari masalah

Bentrokan pengunjuk rasa dengan polisi ketika demontrasi pro-demokrasi di Hong Kong. ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

Kemudian muncul nama Jimmy Lai. Bagi para petinggi Partai Komunis, namanya tidak asing sama sekali sebab selama bertahun-tahun ia telah menjadi musuh pemerintah. Di pertengahan tahun 1990-an, laki-laki kelahiran Guangzhou tersebut muncul dengan media barunya bernama Apple Daily.

Posisi yang diambil Lai sebenarnya riskan karena tajuk-tajuk berita di Apple Daily yang kontra dengan kebijakan Beijing. Sejak itu, salah satu orang terkaya di Tiongkok menurut Forbes itu jadi bulan-bulanan pemerintah dalam berbagai propaganda. Misalnya, dibantu media pemerintah seperti Global Times, Lai disebut sebagai agen CIA bahkan dihina karena berat badannya.

2. Lai memberikan dukungannya kepada demonstrasi Hong Kong

Bentrokan pengunjuk rasa dengan polisi ketika demontrasi pro-demokrasi di Hong Kong. ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

Sikap Lai tetap seperti itu ketika pada awal Juni lalu warga Hong Kong mulai turun ke jalan untuk menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ekstradisi. Seperti yang bisa ditelusuri di situs Apple Daily, media ini tidak segan mempublikasikan tulisan untuk mendukung gerakan tersebut. Sikap ini tentu dianggap membawa sial oleh rezim Xi Jinping.

Tak hanya itu, dalam beberapa waktu terakhir, Apple Daily juga menaikkan berita tentang kebrutalan polisi seperti yang dikritik oleh para demonstran. Beberapa kali juga media tersebut menyinggung soal kegagalan-kegagalan pemerintah Hong Kong maupun Tiongkok.

Dikutip dari CNN, meski telah jadi miliarder, ia masih ikut aksi tak peduli sedang panas atau hujan seperti yang terjadi pada minggu lalu. Taipan media lainnya menolak mengikuti langkah Lai. "Mereka begitu takut terhadap komunis, mereka meninggalkan pasar media independen hampir untuk saya sendiri," ucapnya.

3. Lai dihapus dari silsilah keluarga dan disebut sebagai "pengkhianat"

Polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran pro-demonstrasi di Hong Kong. ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter

Bagi para pendukung Lai, ia dianggap sebagai orang kaya yang siap mengorbankan hartanya untuk mewujudkan demokrasi di Hong Kong. Bagi saudara-saudaranya di Tiongkok daratan, ia adalah seorang "pengkhianat". Menurut laporan media pemerintah Tiongkok, Ta Kung Pao, baru-baru ini mereka menghapus nama Lai dari pohon keluarga.

Dalam wawancara dengan The New York Times di kediamannya, Lai berkata saudara-saudaranya dulu sering mengunjunginya. Mereka juga menerima uang dari Lai. Akan tetapi, Lai percaya "tentu saja sekarang mereka akan menolak saya". Ia menyebut Beijing sangat mahir mengacaukan keluarga. Tujuannya adalah membuat jera anggota keluarga yang dianggap bertingkah.

4. Menurut Lai, Hong Kong adalah tanah penuh kesempatan

Polisi huru-hara Hong Kong menangkap seorang demonstran dalam aksi unjuk rasa pro-demokrasi.ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach

Lahir di Tiongkok daratan, Lai kecil sempat merasakan kerasnya rezim komunis dalam mencengkeram kebebasan rakyatnya hingga mengakibatkan kemiskinan parah. Menurut wawancaranya dengan CNN, ketika kelaparan melanda pada 1960, Lai memutuskan untuk menyelundupkan dirinya sendiri ke Hong Kong. Usianya saat itu baru 12 tahun.

Di Hong Kong yang waktu itu masih berada di bawah kontrol Inggris, Lai bekerja di pabrik tekstil. Gajinya tak seberapa, tapi ia berhasil naik pangkat. Usai belajar menguasai bahasa Inggris, perusahaan membawanya ke New York. Di kota tersebut, ia mendengar nama Giordano. Saat memutuskan mendirikan usaha ritel sendiri, Lai memilih nama itu.

"Hong Kong adalah tanah penuh kesempatan," ucapnya. Di pulau itu juga usahanya berkembang hingga pada 1992 ada lebih dari 190 cabang Giordano di seluruh dunia. Giordano juga yang memproduksi kaos pro-pelajar ketika peristiwa Tiananmen Square terjadi pada 4 Juni 1989.

Baca Juga: Alami Defisit, Hong Kong Airlines Salahkan Demonstrasi Pro-Demokrasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya