TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Referendum Bougainville: Warga Ingin Merdeka dari Papua Nugini

Jika diratifikasi, Bougainville akan jadi negara termuda

Seorang laki-laki memasukan kertas suara pada pelaksanaan referendum yang tidak mengikat di Komunitas Kunua, Bougainville, Papua Nugini, pada 9 November 2019. ANTARA FOTO/Jeremy Miller/Bougainville Referendum Commission/Handout via REUTERS

Buka, IDN Times - Hampir seluruh warga di Wilayah Otonom Bougainville memutuskan ingin memisahkan diri dari Papua Nugini usai hasil referendum diumumkan pada Rabu (11/12). Bougainville sendiri merupakan suatu gugusan pulau yang berada di kawasan Pasifik.

Lokasinya berjarak sekitar 700 kilometer dari Papua Nugini dengan jumlah populasi lebih dari 180.000 jiwa. Referendum sendiri diselenggarakan sepanjang dua minggu terakhir dan sifatnya tidak mengikat secara hukum.

Baca Juga: Tak Hanya Mesir, Papua Nugini Juga Melakukan Mumifikasi

1. Ada kemungkinan Bougainville menjadi negara termuda

Seorang laki-laki memasukan kertas suara pada pelaksanaan referendum yang tidak mengikat di Komunitas Kunua, Bougainville, Papua Nugini, pada 9 November 2019. ANTARA FOTO/Jeremy Miller/Bougainville Referendum Commission/Handout via REUTERS

Meski hasilnya tidak serta-merta membuat Bougainville merdeka, tapi jika diratifikasi oleh parlemen, ini bisa membuka jalan bagi wilayah itu untuk menjadi negara termuda di dunia. Seperti dilaporkan RNZ, sebanyak 97,7 persen warga sepakat bahwa Bougainville harus berpisah dari Papua Nugini.

Sisanya, kurang dari dua persen, memilih untuk tetap menjadi bagian Papua Nugini, namun dengan "otonomi yang lebih besar". Partisipasi pemilih dalam referendum bersejarah ini pun terbilang sangat tinggi yaitu lebih dari 85 persen.

2. Referendum dijanjikan pada hampir 20 tahun lalu

Kepulauan Bougainville, Papua Nugini, di kawasan Pasifik. Google Map

Hasil tersebut merupakan buah dari perjuangan panjang warga Bougainville seperti yang diwajibkan dalam Kesepakatan Damai Bougainville dengan pemerintah Papua Nugini pada 2001. Artinya, butuh hampir dua dekade untuk menyelenggarakan referendum tersebut.

Latar belakangnya sendiri adalah konflik sipil berkepanjangan antara pemerintah dengan masyarakat di Bougainville. Konflik yang berakhir pada 1998 itu diperkirakan menewaskan 20.000 warga. Padahal, populasi di kepulauan tersebut kala itu masih sekitar 200.000 jiwa.

Hasil referendum pun disambut dengan suka cita oleh masyarakat yang berkumpul di Balai Kota Buka. Ketua Komisi Referendum Bougainville, Bertie Ahern, adalah salah satu yang bertepuk tangan saat angka itu diumumkan.

Alexia Baria, seorang lulusan akademi keperawatan, mengatakan kepada AFP bahwa dia lebih dari sekadar merasa bahagia. "Anda lihat air mata saya. Ini adalah saat yang kami sudah nantikan," ucapnya. Hal yang sama diucapkan oleh pemimpin Bougainville, John Momis.

"Kini, setidaknya secara psikologis, kami merasa terbebaskan. Jelas sekali bahwa warga sekarang sedang ingin merayakan dan saya bergabung bersama mereka sebab mereka punya hak untuk merayakannya," katanya.

Baca Juga: Papua Nugini Dorong Komisioner HAM PBB Kunjungi Papua

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya