TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Shanghai, Kota dengan Manajemen Sampah Paling Otoriter di Dunia

Bayangkan aturan ini diterapkan di Jakarta. Apa mungkin?

unsplash.com/Steve Long

Shanghai, IDN Times - Pemerintah Kota Shanghai menerapkan peraturan super ketat baru mengenai manajemen sampah per 1 Juli kemarin. Peraturan yang menitikberatkan pada pemilahan tipe sampah itu disebut sebagai yang paling rumit dan otoriter di dunia.

Bukan saja individu, rumah tangga dan bisnis wajib paham jenis-jenis sampah yang dibagi ke dalam empat kategori, tapi bagi yang dinilai menyalahi aturan akan mendapatkan denda yang sangat berat. Individu bisa didenda Rp409 ribu, sementara perusahaan mencapai Rp3 miliar.

1. Publik dibuat bertanya jenis sampah apa yang akan dibuang

unsplash.com/Jasmin Sessler

Berdasarkan peraturan baru itu, ada empat jenis sampah yang harus diketahui masyarakat. Keempatnya adalah sampah basah, kering, bisa didaur ulang, dan berbahaya. Di setiap titik, pemerintah menempatkan empat tempat sampah dengan warna berbeda untuk masing-masing jenis. Akan tetapi, penggolongan ini yang masih belum dipahami betul oleh publik.

Dilansir dari The Guardian, peraturannya membingungkan. Tulang ayam harus dibuang ke tempat sampah basah, tapi tulang babi tergolong sampah kering. Kemudian, baterai smartphone masuk kategori sampah berbahaya. Namun, baterai lama wajib masuk ke tempat sampah kering.

Baca Juga: Pria Ini Temukan Sampah Plastik di Titik Terdalam Samudera Pasifik

2. Masyarakat dibuat pusing dengan aturan klasifikasi sampah oleh pemerintah

unsplash.com/Patricia Valerio

Salah satu netizen menulis di media sosial populer, Sina Weibo, tentang kerumitan tersebut dalam bentuk blog yang berjudul "Kebenaran di Balik Klasifikasi Sampah Membuat Warga Shanghai Gila". Komentar-komentar yang diberikan pembaca pun senada yaitu kebingungan dalam memilah sampah.

Timeout Shanghai mencoba membantu menjelaskannya melalui tulisan. Informasinya diambil dari panduan pemerintah. Misalnya, sampah makanan. Publik harus mengerti perbedaan makanan basah seperti buah dan sayur dibuang ke tempat sampah yang satu. Sedangkan makanan yang tak mudah terurai, yaitu permen karet dan tulang besar, wajib dibuang ke tempat sampah satunya.

3. Lingkungan yang tak patuh menerima hukuman berat

unsplash.com/Hanny Naibaho

Hal lain yang tak kalah krusial adalah kedisiplinan tentang kapan dan bagaimana mengumpulkan sampah. Sampah harus dikumpulkan di titik pembuangan di waktu tertentu yang sudah ditentukan. Masyarakat juga harus tahu bahwa sampah basah dibuang tanpa pembungkus. Sedangkan sampah berbahaya wajib dibuang dengan pembungkusnya.

Bagi suatu lingkungan yang tidak mematuhi dua aturan ini, maka tukang sampah tidak akan lagi mengangkut sampah-sampah yang mereka buang. Saking rumitnya, tidak sedikit yang mengaku malas memasak lagi dan memilih makan di luar saja agar tidak perlu repot mengikuti peraturan tersebut.

4. Beberapa menyebut ini bentuk manajemen sampah yang otoriter

unsplash.com/Christie Kim

Presiden Tiongkok, Xi Jinping, meminta pemerintah kota untuk semakin tegas dalam mengimplementasikan peraturan tentang manajemen sampah. Menurut Geoffrey Chun-fung Cheng, dosen Ilmu Tiongkok di Xi'an Jiaotong-Liverpool University di Suzhou, ini adalah bentuk lain kediktatoran pemerintah.

"Ini tidak berdasarkan pada kesadaran lingkungan dari bawah. Ini semacam eco-dictatorship, sebuah cara pemerintahan yang sangat aneh tapi entah bagaimana bisa efektif," kata Geoffrey kepada The Guardian.

Sedangkan Jane Zhao, pendiri perusahaan manufaktur plastik ramah lingkungan setempat, berkata kepada Timeout Shanghai bahwa "daur ulang sampah merupakan sistem kompleks dimana pemisahan dan pengumpulan hanya langkah pertama".

Baca Juga: Greenpeace Minta ASEAN Tolak Jadi Tempat Sampah Negara Maju

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya