BPOM AS Berikan Izin Penggunaan Obat Remdesivir ke Pasien COVID-19
Obat ini diklaim bisa mempercepat pemulihan pasien
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Badan Pengelolaan Makanan dan Obat (FDA) Amerika Serikat pada (1/5) lalu akhirnya mengizinkan penggunaan darurat obat remdesevir ke pasien COVID-19. Harian Inggris, The Guardian edisi (2/5) padahal menyebut obat itu masih dalam fase percobaan. Kendati begitu, remdesivir menjadi obat pertama yang digunakan untuk membantu menyembuhkan pasien COVID-19 di Negeri Paman Sam.
AS seolah berkejaran dengan waktu dalam mencari obat dan vaksin COVID-19 karena negaranya kini telah menjadi episentrum baru penyakit dari virus yang diberi nama Sars-CoV-2 itu. Berdasarkan data yang dikutip dari situs World O Meter pada Senin (4/5) pukul 09:00 WIB, angka kematian di AS akibat COVID-19 sudah mencapai 68.589 jiwa. Sedangkan, kasus positif di sana menembus angka 1.188.122.
Presiden AS, Donald J. Trump, mengatakan obat remdesivir akan didistribusikan kepada pasien yang tengah dirawat dalam waktu dekat. Trump mengatakan dengan adanya lampu hijau dari FDA seolah memberikan harapan bagi AS. Apalagi mereka kini kewalahan menghadapi pasien COVID-19.
Dokter kepresidenan, Deborah Birx bahkan menyebut harapan positif itu bisa segera terwujud dalam waktu dekat. Lalu, benar kah remdesivir ampuh mengobati pasien COVID-19? Bagaimana cara obat itu bekerja?
Baca Juga: Peneliti Indonesia dari Cambridge: Vaksin COVID-19 Siap 1 Tahun lagi
1. Obat remdesivir terbukti mempercepat proses penyembuhan pasien COVID-19
Harian Inggris, The Guardian, melaporkan remdesivir adalah obat percobatan yang diproduksi oleh perusahaan farmasi AS bernama Gilead. Semula, obat itu digunakan untuk menyembuhkan pasien yang terpapar virus Ebola.
Remdesivir akhirnya diuji-cobakan secara klinis di laboratorium usai menunjukkan hasil memuaskan. Dalam waktu singkat, remsidivir kemudian disirkulasikan secara luas di negara-negara Benua Afrika yang terdampak virus Ebola.
Menurut pendapat ahli penyakit menular, Dr. Anthony Fauci, berdasarkan hasil satu percobaan klinis menunjukkan remdesivir memiliki hasil yang positif untuk mempercepat proses pemulihan. Tetapi, beberapa jam usai pernyataan Fauci itu, sebuah jurnalis medis ternama, The Lancet, menerbitkan hasil studi obat remdesivir. Hasilnya, remdesivir tidak mempercepat pemulihan pasien yang terpapar COVID-19.
Tetapi, FDA memberikan persetujuan berdasarkan hasil tes awal dari kajian yang dibiayai oleh pemerintah. Hasilnya obat produksi Gilead itu mempercepat pemulihan bagi pasien COVID-19 hingga 31 persen atau rata-rata empat hari lebih cepat yang dirawat. Kajian itu melibatkan 1.063 pasien dan penggunaan obat dengan standar paling ketat.
Selain itu, kajian itu turut melibatkan sekelompok pasien lainnya yang hanya menerima perawatan standar. Dengan begitu, mereka bisa melihat perbandingan dari dampak obat remdesivir. Berdasarkan hasil kajian itu, kelompok pasien yang diberikan remdesivir bisa pulang dari rumah sakit dalam kurun waktu 11 hari. Sementara, yang tak diberikan remdesivir baru bisa pulang usai 15 hari dirawat.
Obat itu juga diklaim berpeluang mengurangi kematian akibat COVID-19. Tetapi, hal itu belum menjadi sesuatu yang pasti.
Editor’s picks
Baca Juga: Uji Coba Remdesivir sebagai Obat COVID-19 Tidak Menunjukkan Efek