TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kali Pertama, Paus Fransiskus Sebut Etnis Uighur Kaum Teraniaya

Komentar Paus Fransiskus di bukunya dibantah oleh Tiongkok

Ilustrasi Paus Fransiskus (ANTARA FOTO/REUTERS/Max Rossi)

Jakarta, IDN Times - Untuk kali pertama, pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus menyebut etnis Uighur sebagai kaum yang teraniaya. Pernyataan itu disampaikan Paus dalam bukunya dengan tebal 150 halaman berjudul "Let Us Dream: The Path to a Better Future". Buku yang ditulis bersama penulis biografi, Austen Ivereigh, rencananya akan dijual untuk publik pada 1 Desember 2020. 

Harian Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), Selasa, 24 November 2020 melaporkan pernyataan semacam itu telah didorong agar disuarakan oleh Paus Fransiskus. "Saya sering memikirkan orang-orang yang teraniaya seperti warga Rohingya, warga Uighur yang menyedihkan, dan kaum etnis Yazidi," demikian tulis Paus Fransiskus di bukunya itu. 

Komentar itu disampaikan oleh Paus Fransiskus di bagian di mana umat Kristiani dipersekusi di negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Sebelumnya Paus sudah pernah berkomentar mengenai etnis Rohingya yang terpaksa meninggalkan Myanmar atau pembunuhan etnis Yazidi oleh kelompok militan ISIS. Tetapi, ini menjadi kali pertama ia mengomentari secara terbuka etnis Uighur. 

Sebelumnya, pemimpin lintas agama, kelompok aktivis dan pemerintah negara lain berulang kali telah menyampaikan terjadi genosida terhadap etnis Uighur di wilayah Xinjiang, Tiongkok. Di mana lebih dari 1 juta warga Uighur ditaruh di dalam kamp. 

Namun, Negeri Tirai Bambu bolak-balik menepis tuduhan mengenai etnis Uighur yang dinilai menyudutkan mereka. Mereka berdalih kamp yang didirikan itu merupakan sekolah vokasi dan upaya deradikalisasi di Tiongkok. 

Apa komentar Tiongkok mengenai pernyataan perdana Paus Fransiskus ini?

Baca Juga: Paus Fransiskus: Gibah Lebih Buruk daripada Wabah COVID-19

1. Komentar disampaikan Paus Fransiskus usai Vatikan teken kesepakatan dengan Beijing

Ilustrasi Paus Fransiskus yang diajak jemaat berfoto bersama ketika di Meksiko (ANTARA FOTO/REUTERS/Alessandro Bianchi)

Banyak yang menduga, Paus Fransiskus sempat ragu melontarkan komentar mengenai etnis Uighur karena sedang dalam proses memperbarui perjanjian dengan Beijing terkait pengangkatan Uskup. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo sempat mendorong Vatikan agar tidak meneruskan kesepakatan itu. 

Kesepakatan itu kali pertama diteken pada 2018 dan berakhir pada 2020. Menlu Vatikan, Kardinal Pietro Parolin memastikan kesepakatan yang disebut kontroversial itu akan diperbarui. Di dalam dokumen itu, Tiongkok membolehkan penunjukkan Uskup di sana harus memperoleh persetujuan lebih dulu dari Paus. 

Menurut Kardinal Parolin, pembaruan dokumen kesepakatan itu tidak membutuhkan tanda tangan baru. Sebab, dokumen itu masih berupa kesepakatan sementara. 

Tetapi, kesepakatan itu, sempat ditentang Deplu AS dan kaum Katolik konservatif. Mereka menilai Vatikan telah bersedia tunduk di bawah keinginan pemerintahan komunis Tiongkok. 

Di dalam buku itu, Paus Fransiskus juga membicarakan mengenai perubahan ekonomi, sosial dan politik yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan bila pandemik COVID-19 berakhir. Menurut Paus Fransiskus, orang-orang yang diminta memakai masker namun beranggapan dipaksa oleh negara adalah korban dari imajinasi mereka sendiri. 

Di sisi lain, Paus Fransiskus turut memuji mereka yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa memprotes kematian George Floyd. Rupanya, kata Fransiskus, warga bisa disatukan dalam keramahan yang sehat. 

2. Paus Fransiskus mengkritik asumsi yang keliru bahwa bila perekonomian berkembang maka warganya otomatis menjadi kaya

Ilustrasi Paus Fransiskus (ANTARA FOTO/Osservatore Romano/Handout via REUTERS)

Hal lain yang turut dikritik oleh Paus Fransiskus yakni mengenai teori "Efek Trickle-Down". Teori ini berisi dorongan agar memberikan kelonggaran kepada orang kaya atau pemilik modal yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Caranya dengan menarik masuk investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan. 

Tak heran bila konsep itu didukung banyak pemilik perusahaan besar dan pengemplang pajak. Paus Fransiskus menyebut itu asumsi yang keliru. 

Tetapi, di sisi lain, Fransiskus secara terbuka mendukung konsep pendapatan dasar universal (UBI). Ini merupakan kebijakan kontroversial yang didukung oleh beberapa ekonom dan sosiolog. Kebijakan itu berisi dorongan kepada pemerintah agar memberikan sejumlah uang kepada warganya tanpa syarat apapun. 

Konsep ini sempat digaungkan oleh kandidat presiden dalam konvensi Partai Demokrat, Andrew Yang. 

"Dengan adanya UBI maka kita bisa dengan bebas dan mendorong warga untuk bekerja bagi masyarakat dengan cara lebih bermartabat," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Paus Fransiskus Beri Dukungan Bagi Pasangan Sesama Jenis

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya