Kasus COVID-19 di AS Terus Bertambah karena Trump Tolak Lockdown Total
Kini ada 3,3 juta orang yang terpapar COVID-19 di AS
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ahli kesehatan ternama dari Amerika Serikat, Dr. Anthony Fauci menilai salah satu penyebab mengapa kasus COVID-19 di Negeri Paman Sam terus melesat karena rezim pemerintahan Donald Trump tidak bersedia melakukan lockdown total. Sesungguhnya penambahan kasus COVID-19 kembali terjadi ketika AS memulai hidup normal baru pada akhir April lalu.
Berdasarkan data dari Universitas John Hopkins di awal wabah, kasus harian di Negeri Paman Sam mencapai 30 ribu. Lalu, sempat menurun menjadi 20 ribu kasus.
Kasus baru positif COVID-19 kemudian bertambah ketika beberapa negara bagian kembali buka dan membiarkan warganya beraktivitas pada periode April sejak Juni lalu.
"Kita tidak melakukan penutupan secara keseluruhan. Ketika itu kita malah mengatakan 'oke, kita tidak bisa tutup selamanya. Tapi, pada kenyataannya Anda harus tutup dan Anda harus membuka perlahan-lahan," ungkap Fauci ketika diwawancarai oleh Dekan Fakultas Kedokteran Dr. Lloyd Minor dan dikutip dari laman CNBC pada Senin, 13 Juli 2020.
Kini, situasi pandemik di AS semakin memburuk. Data dari situs World O Meter menunjukkan sudah ada 3,4 juta kasus COVID-19. Sebanyak 138.247 warga AS diketahui meninggal dunia.
Lalu, apa yang perlu dilakukan oleh Pemerintah AS kini untuk mencegah pandemik COVID-19?
Baca Juga: Di Tengah Pandemik, Trump Paksa Sekolah Harus Kembali Dibuka di AS
1. Pandemik COVID-19 di AS belum terlihat akan berakhir
Menurut Fauci, AS bahkan belum mencapai puncak dari pandemik COVID-19. Sementara, di satu sisi para ilmuwan terus bekerja keras untuk menemukan obat yang berpotensi menyembuhkan dan vaksin bagi virus Sars-CoV-2.
Ia mengatakan optimistis tetapi tidak terlalu berharap banyak bahwa para ilmuwan akan bisa menemukan vaksin pada akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021. Perusahaan farmasi, Moderna yang bekerja secara erat dengan Institut Nasional Kesehatan dan Johnson & Johnson diprediksi akan memulai vaksin untuk diujicobakan ke manusia pada akhir Juli. Ini merupakan kemajuan yang positif kendati para ilmuwan hingga saat ini belum ada yang menjamin vaksin itu akan benar-benar efektif.
Fauci juga meminta publik untuk membandingkan kondisi pandemik COVID-19 dengan pandemik serupa yang terjadi pada tahun 1918 lalu yang telah menewaskan 50 juta orang.
Ia mengatakan ada perbedaan gejala yang dialami oleh individu usai terpapar COVID-19, termasuk sindrom inflamasi multisistem pediatrik (PMIS). Penyakit itu merupakan gejala yang ditemukan dalam penyakit kawasaki yang mengakibatkan kerusakan syaraf pada anak-anak.
"Kami mempelajari banyak hal baru setiap pekan," tutur Fauci lagi.
Editor’s picks
Baca Juga: Sempet Ngeyel, Trump Akhirnya Mau Pakai Masker, Mengapa?