Meksiko Catat Kematian Nakes Tertinggi di Dunia akibat COVID-19
Amnesty International catat ada 1.320 nakes yang meninggal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Organisasi Amnesty International (AI) mencatat Meksiko menjadi negara yang paling banyak kehilangan tenaga medis selama pandemik COVID-19. Berdasarkan data milik AI hingga Kamis, 3 September 2020, ada 1.320 nakes yang meninggal.
Kantor berita Reuters, Kamis kemarin melaporkan ada 7.000 nakes di seluruh dunia yang meninggal akibat tertular COVID-19. AI juga mencatat angka kematian nakes tinggi di negara-negara yang memiliki tingkat kematian pasien COVID-19 tergolong tinggi. AI mencatat kematian nakes yang tinggi juga terjadi di Brasil (634 nakes), Amerika Serikat (1.077 nakes) dan India (573 nakes).
"Sudah sejak berbulan-bulan lalu memasuki pandemik, nakes tetap sekarat di negara-negara dengan tingkat kematian yang menakutkan seperti Meksiko, Amerika Serikat dan Brasil," ungkap Kepala Bidang Ekonomi dan Keadilan Sosial di AI, Steve Cockburn.
Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah di negara-negara tersebut untuk mencegah jatuhnya korban tenaga medis?
Baca Juga: Amnesty International: Minim APD Jadi Penyebab Banyak Nakes Meninggal
1. AI mendorong adanya kerja sama global untuk memastikan nakes diberi APD berkualitas
Kepala Bidang Ekonomi dan Keadilan Sosial di AI, Steve Cockburn mendorong adanya kerja sama global untuk memastikan para tenaga medis bekerja dengan alat pelindung diri yang berkualitas. "Sehingga mereka bisa meneruskan pekerjaan pentingnya tanpa perlu membahayakan nyawa mereka sendiri," kata Cockburn.
Minimnya ketersediaan APD juga sempat disebut oleh AI dalam laporannya, Terpapar, Dibungkam, Diserang: Kegagalan Melindungi Pekerja Kesehatan dan Esensial Selama Pandemik COVID-19 yang dirilis Juli lalu. Laporan setebal 62 halaman itu mengungkap temuan yang mengerikan.
Salah satu temuannya, 27 persen perawat di AS yang menangani pasien COVID-19 dan melaporkan dirinya telah tertular karena bekerja tanpa APD yang lengkap, tetapi masih bekerja 14 hari usai mereka dinyatakan positif COVID-19. Sebanyak 84 persen perawat mengatakan mereka justru belum dites COVID-19.
Temuan minimnya APD diperkuat dengan wawancara AI terhadap beberapa tenaga kesehatan di beberapa negara. Seorang dokter di Nigeria mengatakan masker tidak cukup tersedia di rumah sakit.
"Dokter dan perawat harus memprotes terlebih dahulu sebelum mereka diberikan masker N95. Masker ini tidak tersedia secara memadai. Kami harus mencuci masker untuk pemakaian berulang. Pekerja kesehatan dalam bahaya, kami bekerja dalam kondisi menyedihkan," ungkap dokter tersebut.
Baca Juga: Rekor! Angka Kematian Corona di Jawa Tengah Naik, Nomor 1 se-Indonesia