RI Tolak Permintaan AS Agar Bisa Daratkan Pesawat Mata-mata
Pendekatan dilakukan dua kali pada Juli dan Agustus
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia sempat menolak permintaan Amerika Serikat untuk menjadi lokasi pendaratan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon. Pesawat canggih yang dikembangkan oleh Boeing Defense, Space and Security itu perlu mendarat di Indonesia untuk mengisi bahan bakar di Tanah Air.
Kantor berita Reuters, Rabu 21 Oktober 2020 melaporkan, proposal itu disampaikan dua kali pada Juli dan Agustus kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan. Menurut keterangan pejabat berwenang di Indonesia yang tidak disebutkan namanya, proposal itu mengejutkan Pemerintah Indonesia. Sebab, selama ini posisi kebijakan luar negeri Indonesia selalu netral.
Indonesia tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di teritorinya. Poseidon P-8 memainkan peranan penting untuk mengawasi aktivitas militer Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Area itu sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai teritori kedaulatan mereka.
Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina merupakan negara yang termasuk bersengketa dengan Tiongkok mengenai teritori laut tersebut. Selain menyimpan kekayaan sumber daya alam yang beragam, Laut Tiongkok Selatan merupakan jalur perdagangan strategis dan dilalui oleh kapal-kapal dagang yang membawa muatan senilai US$3 triliun per tahun.
Apa komentar dari Kementerian Luar Negeri mengenai proposal pendaratan pesawat Poseidon P-8 di Indonesia?
Baca Juga: AS Tolak Penuh Klaim Sepihak Laut China Selatan oleh Tiongkok
1. Kementerian Luar Negeri tak bisa mengonfirmasi laporan dari media asing
Ketika dikonfirmasi oleh IDN Times, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengaku tidak bisa mengonfirmasi laporan yang dimuat oleh Reuters tersebut.
"Sumber dalam artikel itu tidak jelas, jadi saya tidak bisa merespons," ungkap pria yang akrab disapa Faiza itu melalui pesan pendek hari ini.
Departemen Pertahanan AS dan Departemen Luar Negeri juga enggan mengomentari hal itu. Indonesia secara teratur telah mengusir kapal penjaga pantai dan kapal nelayan Tiongkok, dari area yang diklaim Beijing sebagai teritorinya berdasarkan sejarah.
Namun, di sisi lain Indonesia juga memiliki hubungan ekonomi dan investasi yang berkembang dengan Tiongkok. Apalagi Indonesia juga mengandalkan vaksin COVID-19 dari Negeri Tirai Bambu. Bahkan, sebagian dari vaksin dari tiga perusahaan farmasi asal Tiongkok direncanakan sudah tiba di Indonesia pada November mendatang.
Dalam wawancara dengan stasiun berita Channel News Asia, Menlu Retno Marsudi mengungkapkan, meski Indonesia bekerja sama soal vaksin tetapi tak akan mengubah sikap pemerintah dalam memandang isu Laut Tiongkok Selatan.
Isu tersebut menurut Retno, tidak saling terkait satu dengan yang lain.
"Saya dapat menjawab dengan tegas, setegas mungkin. Tidak (akan berubah sikap Indonesia). Dua isu tersebut adalah dua hal yang berbeda. Ketika kami bekerja sama, itu bukan sebuah kerja sama yang tidak setara dan hanya menguntungkan satu pihak, dalam hal ini Indonesia," ungkap Menlu perempuan pertama di Indonesia itu, 6 Oktober 2020 lalu.
Editor’s picks
Baca Juga: Meski Andalkan Vaksin dari Tiongkok, Tapi RI Tetap Tegas soal LCS