TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

2 Tahun Kudeta Myanmar, Tak Ada Tanda-tanda Pulih

Dua tahun peringatan kudeta Myanmar jatuh pada hari ini

ilustrasi kudeta Myanmar (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Jakarta, IDN Times - Hari ini (1/2/20230, tepat dua tahun pecahnya kudeta di Myanmar oleh junta militer. Hingga sekarang, para tahanan politik pun masih mendekam di penjara, seperti pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

Akibat kudeta ini, sekitar 19 ribu orang tewas dan 70 ribu warga Myanmar harus mengungsi ke luar negeri.

Namun, di Myanmar saat ini, ada sebuah pemerintah bayangan yaitu Pemerintah Persatuan Nasional atau NUG yang dibentuk setelah 1 Februari 2021.

Sebagian anggotanya adalah anggota parlemen yang kembali di pemilihan November 2020 serta para wakil dari kelompok etnis di Myanmar.

Baca Juga: Junta Myanmar Diundang ke Forum Militer AS-ASEAN

1. Lima Poin Konsensus masih mandek

Panglima Militer Myanmar Jendral Min Aung Hlaing tiba di Indonesia (IDN Times/Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Upaya ASEAN untuk mengembalikan demokrasi di Myanmar pun seolah tanpa hasil. Padahal Lima Poin Konsensus atau 5PC disepakati juga oleh pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, di Jakarta pada 24 April 2021 lalu.

Isi Lima Poin Konsensus tersebut adalah kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya. Kedua, dialog konstruktif di antara semua pihak terkait harus segera dimulai untuk mencari solusi damai bagi kepentingan rakyat.

Tiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog, dengan bantuan Sekjen ASEAN.

Empat, ASEAN akan beri bantuan kemanusiaan lewat AHA Centre dan lima adalah utusan khusus serta delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.

2. AS dan sekutunya jatuhkan lagi sanksi ekonomi

Demo menentang kudeta junta militer di negara bagian Kayin, Myanmar, pada 9 Februari 2021. (Wikimedia Commons/ninjastrikers)

Dua tahun usai kudeta, Myanmar pun mendapat hujan sanksi dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Yang terbaru, untuk menandai dua tahun kudeta, AS menjatuhkan sanksi kepada Komisi Pemilihan Persatuan, perusahaan tambang dan pejabat energi.

Salah satu yang ditargetkan AS adalah Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar. Disinyalir, perusahaan ini merupakan salah satu sumber pendapatan junta.

Washington juga menargetkan mantan dan para pejabat militer Myanmar, termasuk Angkatan Udara yang diduga terus melancarkan serangan dengan menggunakan pesawat bikinan Rusia.

Baca Juga: Krisis Myanmar, Pengamat: Piagam ASEAN Harus Ditinjau Lagi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya