TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Demonstran Antikudeta Militer Myanmar: Kami Siap Berjuang Hingga Akhir

Kudeta militer di Myanmar jadi sorotan dunia

Kendaraan bersenjata Tentara Myanmar berkendara melewati sebuah jalan setelah mereka mengambil kekuasaan dalam sebuah kup di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Jakarta, IDN Times - Para pengunjuk rasa yang menolak kudeta militer Myanmar memberikan hormat tiga jari, sebagai simbol perlawanan yang terinspirasi dari film Hunger Games. Penghormatan serupa juga digunakan demonstran yang menuntut revolusi pemerintahan di Thailand tahun lalu.
 
Semula, demonstran yang mendukung pemerintahan sipil berencana menggelar aksi di Balai Kota Yangon. Tetapi, mereka mengurungkan rencana tersebut, karena diblokade aparat bersenjata. Mereka dipaksa berpisah menjadi beberapa kelompok di persimpangan pos pemeriksaan.
 
"Kami telah memutuskan. Kami akan berjuang sampai akhir. Generasi berikutnya hanya bisa memiliki demokrasi jika kami mengakhiri kediktatoran militer ini,” kata Ye Kyaw, mahasiswa berusia 18 tahun, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, Minggu (7/2/2021).

Baca Juga: Militer Myanmar Blokir Internet saat Demo Tolak Kudeta Membesar 

1. Militer membatasi akses internet dan media sosial

Ilustrasi (IDN Times/Helmi Shemi)

Selang beberapa hari setelah pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi ditahan, fraksi militer membatasi akses internet untuk meminimalkan kegaduhan masyarakat. Junta militer memutus jaringan telekomunikasi ke Facebook, media sosial yang paling populer dan paling efektif dalam distribusi informasi.
 
Platform tersebut menjadi tuan rumah forum "Gerakan Pembangkangan Sipil" yang berkembang pesat, dan menginspirasi pegawai negeri, tenaga kesehatan, dan guru untuk menunjukkan kegeramannya terhadap pelengseran kekuasaan secara inkonstitusional.
 
Fraksi militer yang dipimpin Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing juga mulai membatasi akses telekomunikasi ke media sosial lain, Twitter.
 
"Para jenderal sekarang berusaha melumpuhkan gerakan perlawanan warga, dan menjaga dunia luar agar tetap gelap (tidak update informasi tentang Myanmar) dengan memotong hampir semua akses internet,” kata pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, Tom Andrews.

2. Pembangkangan sipil juga terjadi secara luring

Ilustrasi warga Myanmar berunjuk rasa di Yangoon, Myanmar pada Sabtu, 30 Januari 2021 (ANTARA FOTO/REUTERS/Shwe Paw Mya Tin)

Laporan terakhir yang diterima hingga Sabtu, 6 Februari 2021, paling tidak ada 150 tahanan politik yang ditangkap militer, termasuk Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan elite Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) sebagai pemenang pemilu pada November 2020.  
 
Gerakan resistensi tetap bergulir meski blokade internet terjadi secara nasional. Pada malam hari, misalnya, masyarakat menggelar aksi memukul panci dan wajan, sebagai praktik yang secara tradisional dikaitkan dengan ritual pengusiran roh jahat.
 
Penduduk Yangon masih mengulangi aksi memukul panci pada Minggu (7/2/2021) pagi. "Militer dan polisi Myanmar harus memastikan hak untuk berkumpul secara damai sepenuhnya dihormati, dan para demonstran tidak dikenakan pembalasan," tulis pernyataan kantor HAM PBB menanggapi aksi protes.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Kecam Kudeta Militer Myanmar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya