Demonstran Antikudeta Militer Myanmar: Kami Siap Berjuang Hingga Akhir
Kudeta militer di Myanmar jadi sorotan dunia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Para pengunjuk rasa yang menolak kudeta militer Myanmar memberikan hormat tiga jari, sebagai simbol perlawanan yang terinspirasi dari film Hunger Games. Penghormatan serupa juga digunakan demonstran yang menuntut revolusi pemerintahan di Thailand tahun lalu.
Semula, demonstran yang mendukung pemerintahan sipil berencana menggelar aksi di Balai Kota Yangon. Tetapi, mereka mengurungkan rencana tersebut, karena diblokade aparat bersenjata. Mereka dipaksa berpisah menjadi beberapa kelompok di persimpangan pos pemeriksaan.
"Kami telah memutuskan. Kami akan berjuang sampai akhir. Generasi berikutnya hanya bisa memiliki demokrasi jika kami mengakhiri kediktatoran militer ini,” kata Ye Kyaw, mahasiswa berusia 18 tahun, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, Minggu (7/2/2021).
Baca Juga: Militer Myanmar Blokir Internet saat Demo Tolak Kudeta Membesar
1. Militer membatasi akses internet dan media sosial
Selang beberapa hari setelah pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi ditahan, fraksi militer membatasi akses internet untuk meminimalkan kegaduhan masyarakat. Junta militer memutus jaringan telekomunikasi ke Facebook, media sosial yang paling populer dan paling efektif dalam distribusi informasi.
Platform tersebut menjadi tuan rumah forum "Gerakan Pembangkangan Sipil" yang berkembang pesat, dan menginspirasi pegawai negeri, tenaga kesehatan, dan guru untuk menunjukkan kegeramannya terhadap pelengseran kekuasaan secara inkonstitusional.
Fraksi militer yang dipimpin Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing juga mulai membatasi akses telekomunikasi ke media sosial lain, Twitter.
"Para jenderal sekarang berusaha melumpuhkan gerakan perlawanan warga, dan menjaga dunia luar agar tetap gelap (tidak update informasi tentang Myanmar) dengan memotong hampir semua akses internet,” kata pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, Tom Andrews.