TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menlu Retno: Ada Komitmen Kuat Jadikan ASEAN Bebas Nuklir

ASEAN ingin berkontribusi besar untuk perdamaian dunia

Pertemuan ASEAN Post-Ministerial Conference with The United States (Dok. Kementerian Luar Negeri)

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, mengakui bukan perkara mudah bagi ASEAN meyakinkan seluruh mitra agar menandatangani Protokol Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ).

SEANWFZ merupakan salah satu instrumen untuk menjadikan ASEAN sebagai convening power (kemampuan menyelenggarakan suatu kegiatan) dan kontributor utama perdamaian serta stabilitas kawasan.

“Kita terus melakukan pembicaraan konsultasi dengan mereka (mitra ASEAN),” kata Retno dalam konferensi pers usai menutup rangkaian kegiatan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) di Jakarta, Jumat (14/7/2023).

Baca Juga: Menlu RI Terima Menlu Vanuatu, Bakal Buka Kedubes di Jakarta

Baca Juga: AS Tegaskan ASEAN Bebas untuk Menentukan Nasibnya Sendiri

1. Ada political will dari pihak terkait

Menlu Retno Marsudi (Dokumentasi Kemenlu)

Meski sulit, Retno melihat seluruh pihak yang terlibat dalam rangkaian AMM memiliki minat politik yang kuat mendukung protokol tersebut.

“Tapi yang paling penting dari pertemuan yang dilakukan kali ini adalah adanya political will yang solid dari negara anggota ASEAN untuk terus melangkah maju, menjaga, dan menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir,” kata Retno.

Baca Juga: ASEAN Ingin Diplomasi Preventif Jadi Cara Cegah Konflik di Kawasan 

2. Stabilitas di laut sangat penting

Ilustrasi ASEAN. (setnas-asean.id)

Upaya ASEAN sebagai kontributor perdamaian juga tercermin melalui ASEAN Maritime Outlook.

Outlook ini sangat strategis untuk mencegah duplikasi penanganan isu maritim dan akan berkontribusi menciptakan kondisi yang kondusif bagi implementasi AOIP (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific),” tutur Retno.

“Dan sebagai Chair, Indonesia sekaligus ingin meyakinkan bahwa kerja sama maritim adalah untuk menyatukan, bukan untuk menciptakan ancaman. Di sini, inklusivitas akan tetap menjadi kunci,” tambahnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya