TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakistan Serukan Dunia Akhiri Sanksi ke Taliban

Pakistan dituduh sebagai negara sponsor Taliban

Tentara Taliban terlihat di salah satu alun-alun utama kota di Kabul, Afghanistan, Rabu (1/9/2021). ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS.

Jakarta, IDN Times – Pakistan menyerukan komunitas internasional mengakhiri pemblokiran atas aset keuangan Afghanistan senilai miliaran dolar Amerika Serikat (AS). Pakistan juga berharap dunia bisa membedakan persoalan kemanusiaan dan persoalan politik dalam menanggapi situasi terkini di Afghanistan.

Dikutip dari AFP, pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi, pada Senin (20/9/2021), menjelang sesi debat di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Qureshi turut mengingatkan krisis ekonomi dan kemanusiaan yang melanda Afghanistan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pertengahan Agustus lalu.

"Di satu sisi, Anda mengumpulkan dana segar untuk mencegah krisis, dan di sisi lain uang milik mereka tidak bisa mereka gunakan," kata Qureshi, merujuk pada Konferensi Jenewa yang menghasilkan komitmen bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan senilai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp17,1 triliun).

Baca Juga: Taliban Malu-Malu, Beri Kode ke AS Minta Bantuan Kemanusiaan

1. Pembekuan aset tidak akan membantu krisis kemanusiaan

Seorang anak yang mengungsi dari provinsi bagian selatan, yang meninggalkan rumah akibat peperangan antara Taliban dengan aparat keamanan Afghanistan, tidur di taman umum yang digunakan sebagai penampungan di Kabul, Afghanistan, Selasa (10/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/FOC.

Qureshi menilai membuka akses keuangan bukan berarti mengakui pemerintahan Taliban. Kekhawatiran komunitas internasional saat ini adalah Taliban menerapkan kembali ajaran Islam yang ketat dan mengekang hak asasi manusia (HAM), terutama pembatasan terhadap peran perempuan di ruang publik.

"Saya pikir membekukan aset tidak membantu situasi. Saya akan sangat mendesak kekuatan yang ada bahwa mereka harus meninjau kembali kebijakan itu dan memikirkan pencairan," kata dia.

"Ini akan menjadi langkah membangun kepercayaan juga dan itu juga bisa mendorong perilaku positif," tambahnya.

2. Pakistan setuju tidak terburu-buru mengakui pemerintahan Taliban

Pasukan Taliban berpatroli di jalan raya sehari setelah penarikan pasukan AS dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/FOC.

AS membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai 9,5 miliar dolar AS (sekitar Rp135 triliun). Kemudian, institusi keuangan dan lembaga donor internasional memilih untuk tidak mencairkan bantuan kemanusiaan kepada Taliban.

Meski menyerukan akhiri sanksi, Qureshi tampaknya memiliki sikap yang sama dengan AS, yakni tidak terlalu dini membangun hubungan formal dengan Taliban.

"Saya tidak berpikir ada orang yang terburu-buru untuk mengenali (Taliban) pada tahap ini. Jika mereka ingin pengakuan, Taliban harus lebih sensitif dan menerima opini internasional,” ujar Qureshi.

Adapun, Pakistan merupakan pendukung utama Taliban ketika berkuasa sepanjang 1996-2001. Sudah sejak lama AS menuduh Pakistan sebagai pihak yang mendanai operasi kelompok yang bergerilya selama dua dekade itu.

Baca Juga: Taliban: Tugas Perempuan Hanya Melahirkan, Bukan Jadi Menteri

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya