Efek Perang di Ukraina, IMF: Negara Berkembang Bisa Gagal Bayar Utang

60 persen negara berkembang masuk risiko gagal bayar

Jakarta, IDN Times - Harga pangan dan energi global melonjak akibat perang Rusia-Ukraina yang meletus pada 24 Februari 2022. Berbagai sanksi yang diberikan Rusia dan matinya sektor ekspor Ukraina telah memukul perekonomian banyak negara, termasuk negara-negara berkembang. 

Hal tersebut juga meningkatkan resiko negara-negara berkembang gagal membayar utang, yang sebelumnya diberikan oleh International Monetary Fund (IMF).

Mekanisme yang lebih baik untuk mengatasi tekanan utang negara diperlukan untuk mencegah gagal bayar atau default, ungkap IMF pada Senin (13/4/2022). 

1. Perang Rusia-Ukraina memperburuk resiko akibat pandemi COVID-19

Efek Perang di Ukraina, IMF: Negara Berkembang Bisa Gagal Bayar UtangPresiden Putin sedang rapat terkait bantuan di Donbas (twitter.com/KremlinRussia_E)

IMF mengatakan bahwa invasi Ukraina telah memperparah dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian negara.

“Perang di Ukraina menambah risiko pada tingkat pinjaman publik yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara pandemik masih membebani banyak anggaran pemerintah,” tulis direktur departemen urusan fiskal IMF Vitor Gaspar dan kepala strategi organisasi IMF Ceyla Pazarbasioglu melalui blog-nya.

Situasi tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi, termasuk pembenahan pada tata kelola dalam meningkatkan transparansi utang dan memperkuat kebijakan serta kerangka kerja pengelolaan utang untuk mengurangi risiko.

IMF berkomitmen akan terus membantu mengatasi akar penyebab utang yang tidak aman, dengan saran kebijakan yang terperinci dan kegiatan pengembangan kapasitas.

Namun, dengan risiko utang negara yang meningkat seiring situasi perang Ukraina-Rusia, negara-negara berkembang harus bertindak cepat dalam mengatasi hal tersebut.

Baca Juga: Ramalan Bank Dunia, Begini Dampak Perang ke Perekonomian Ukraina-Rusia

2. Sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah berisiko gagal bayar utang

Lonjakan harga pangan dan energi sangat memukul negara-negara berpenghasilan rendah. Hal tersebut membuat negara-negara tersebut membutuhkan lebih banyak dana hibah dengan skema pembayaran yang ringan.

IMF menyarankan negara-negara tersebut harus melakukan reformasi untuk meningkatkan transparansi utang dan memperkuat kebijakan pengelolaan utang untuk mengurangi risiko.

Sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah berisiko kesulitan membayar utang, kata para penulis.

Kenaikan suku bunga di negara-negara maju dapat menyebabkan biaya meminjam negara-negara berkembang menjadi lebih mahal. 

Krisis kredit diperburuk oleh penurunan pinjaman luar negeri dari China, yang bergulat dengan masalah solvabilitas di sektor real-estate, lockdown COVID-19, dan beberapa permasalahan peminjaman di negara berkembang yang telah terjadi. 

3. Biaya layanan utang yang rendah telah meredakan kekhawatiran gagal bayar

Selama pandemik, defisit meningkat dan utang terakumulasi jauh lebih cepat daripada yang terjadi di tahun-tahun awal resesi lainnya.  Menurut IMF’s Global Debt Database, pinjaman melonjak 28 poin persentase menjadi 256 persen dari produk domestik bruto pada 2020.

Baru-baru ini, biaya layanan utang yang rendah meredakan kekhawatiran tentang rekor utang publik yang tinggi di negara-negara maju.

Ada dua faktor lainnya yang dapat meredakan kekhawatiran tersebut. Pertama, tingkat bunga nominal sangat rendah seperti di negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Swiss.

Kedua, suku bunga riil yang netral berada pada tren penurunan yang signifikan di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, dan Jepang, serta sejumlah pasar negara berkembang.

Baca Juga: IMF: Ekonomi Ukraina Bisa Runtuh jika Perang Berlarut-Larut

Anoraga Ilafi Photo Verified Writer Anoraga Ilafi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya