Apakah Kebijakan RI soal Laut China Selatan Sudah Berubah?

Jakarta, IDN Times - Pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana mempertanyakan pernyataan bersama antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping pada 9 November kemarin, bertepatan dengan kunjungan kenegaraan Prabowo ke Negeri Tirai Bambu tersebut.
Dalam poin 9 dengan judul "The two sides will jointly create more bright spots in maritime cooperation" disebutkan "The two sides reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims”.
“Menjadi pertanyaan mendasar apakah yang dimaksud dengan overlapping claims ini terkait klaim sepuluh garis putus (Dashed Line) oleh China yang bertumpang tindih dengan klaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara?” kata Hikmahanto, dalam keterangannya, Senin (11/11/2024).
“Bila memang benar, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak China atas Sepuluh Garis Putus telah berubah secara drastis dan merupakan perubahan yang sangat fundamental dan berdampak pada geopolitik di kawasan,” sambung dia.
1. Indonesia tidak akui Sepuluh Garis Putus di zaman Jokowi
Hikmahanto berujar semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia memilki kebijakan tidak mengakui klaim sepihak Sepuluh (dahulu Sembilan) Garis Putus dari China. Hal ini karena klaim Sepuluh Garis Putus tidak dikenal dalam UNCLOS, di mana Indonesia dan China adalah negara peserta.
“Terlebih lagi Permanent Court of Arbitration pada 2016 telah menegaskan klaim sepihak China tersebut memang tidak dikenal dalam UNCLOS,” tegas Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia ini.