Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
sudut kota Gaza. (unsplash.com/Emad El Byed)
sudut kota Gaza. (unsplash.com/Emad El Byed)

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) menuai kritik setelah menarik laporan terkait kelaparan di Gaza Utara. Laporan tersebut berasal dari Famine Early Warning Systems Network (FEWS NET), lembaga pemantau kelaparan global yang didanai melalui Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).

Dubes AS untuk Israel, Jack Lew, mengklaim laporan FEWS NET tidak akurat dan tidak bertanggung jawab. Laporan yang dirilis pada Senin (23/12/2024) itu memperingatkan skenario kelaparan sedang terjadi di Gaza Utara akibat blokade Israel.

FEWS NET telah menarik laporannya dan berjanji merilis versi baru pada Januari 2025. Melansir AP pada Jumat (27/12/2024), sejumlah pejabat AS mengungkap bahwa keputusan penarikan ini diambil setelah adanya permintaan dari pemerintah. 

1. Isi laporan FEWS NET

FEWS NET menyatakan Israel memberlakukan blokade hampir total terhadap pasokan makanan ke wilayah Gaza Utara selama 80 hari terakhir. Situasi ini mempengaruhi kawasan Jabalia, Beit Lahiya, dan Beit Hanoon, tempat ribuan warga Palestina terjebak.

Data populasi Gaza Utara menjadi perdebatan. FEWS NET mencatat jumlah penduduk mencapai 65-75 ribu orang. Namun, Lew membantah angka tersebut.

"Populasi sipil berkisar 7 ribu hingga 15 ribu orang, bukan 65 ribu-75 ribu yang menjadi dasar laporan ini," kata Lew.

FEWS NET memperkirakan 2 hingga 15 orang akan meninggal per hari dari Januari hingga Maret 2025 jika Israel tidak mengubah kebijakan pasokan makanannya. Angka kematian ini akan melampaui ambang batas kelaparan internasional, yakni dua kematian per hari per 10 ribu orang.

Laporan menyoroti situasi krisis kemanusiaan di Gaza Utara. FEWS NET melaporkan sistem pangan telah kolaps disertai memburuknya akses air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan. 

2. Kritik terhadap penarikan laporan

Kelompok hak asasi manusia mengecam penarikan laporan FEWS NET. Mereka menilai AS melakukan campur tangan politik dalam sistem pemantauan kelaparan global yang seharusnya independen.

Scott Paul, pejabat senior Oxfam America, mengkritik tindakan Dubes AS.

"Dubes telah memanfaatkan kekuatan politiknya guna melemahkan kerja lembaga ahli ini," ujar Paul.

Kenneth Roth, mantan direktur eksekutif Human Rights Watch, menilai penarikan laporan bertentangan dengan tujuan pendirian FEWS NET. Lembaga yang dibentuk tahun 1980-an ini seharusnya memberikan penilaian independen tanpa dipengaruhi kepentingan politik.

"USAID jelas-jelas membiarkan kepentingan politik mencampuri urusan mereka, yakni kekhawatiran pemerintahan Joe Biden soal dukungan mereka terhadap kebijakan Israel yang menyebabkan kelaparan," kritik Roth. 

Sementara itu, survei Gallup pada Maret 2024 menunjukkan 55 persen warga AS menentang aksi Israel di Gaza. Survei terbaru Pew Research Center pada Oktober 2024 mengungkap 3 dari 10 warga AS percaya operasi militer Israel telah melampaui batas.

3. AS menolak menghentikan bantuan militer ke Israel

PBB memperkirakan Gaza membutuhkan 350 hingga 500 truk bantuan setiap hari guna memenuhi kebutuhan dasar penduduknya. Namun, distribusi bantuan kemanusiaan terhambat berbagai kendala di lapangan.

Israel membantah membatasi bantuan masuk ke Gaza. Mereka mengklaim ratusan truk bantuan tertumpuk di perbatasan Gaza. Israel menyalahkan lembaga bantuan internasional yang dinilai gagal mendistribusikan pasokan tersebut.

Sementara AS terus menolak menerapkan aturan pembatasan bantuan militer ke Israel meskipun ada laporan kelaparan. Pejabat Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, menyatakan negaranya belum menemukan bukti Israel melanggar hukum AS.

Para peneliti dari Brown University memperkirakan pemerintahan Biden telah memberikan bantuan tambahan sebesar 17,9 miliar dolar AS (Rp290 triliun) kepada Israel sejak awal perang Gaza. Jumlah ini belum termasuk bantuan militer tahunan minimal 3,8 miliar dolar AS (sekitar Rp61 triliun). dilansir Al Jazeera.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik