Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Sanksi Pelapor Khusus PBB yang Kerap Kritik Israel

Pelapor Khusus PBB, Francesca Albanese. (Esquerda.net, CC BY-SA 2.0 <https://creativecommons.org/licenses/by-sa/2.0>, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • AS menjatuhkan sanksi terhadap Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese yang kerap kritik Israel.
  • Albanese dianggap membahayakan kepentingan AS dan Israel, menyebut sanksi AS sebagai taktik intimidasi.
  • AS juga telah menyanksi hakim ICC yang menyelidiki Israel, ketegangan memuncak setelah surat perintah penangkapan bagi pemimpin Hamas dan pejabat tinggi Israel.

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap Francesca Albanese, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas melaporkan situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina. Laporan terbaru Albanese mengungkap bagaimana Israel dan beberapa perusahaan AS diuntungkan dari genosida di Gaza.

Sanksi dari pemerintahan Presiden Donald Trump itu diumumkan pada Rabu (9/7/2025), bertepatan dengan kunjungan PM Israel Benjamin Netanyahu ke Washington DC. Langkah ini juga diambil karena Albanese mendukung penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Netanyahu.

1. Albanese dianggap membahayakan kepentingan AS dan Israel

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menuding Albanese melancarkan kampanye yang membahayakan kepentingan nasional dan kedaulatan AS serta Israel.

"Albanese terlibat langsung dengan ICC dalam upaya menyelidiki dan menuntut warga AS atau Israel. Kami tidak akan menoleransi kampanye perang politik dan ekonomi semacam ini, dan akan selalu membela hak sekutu kami untuk mempertahankan diri," kata Rubio, dilansir dari CNN.

Dasar hukum sanksi ini adalah Perintah Eksekutif yang secara spesifik menargetkan para pendukung ICC. Akibatnya, semua aset Albanese di AS dibekukan dan ia dilarang masuk ke negara itu.

Pemerintah AS juga menuding Albanese menyebarkan sentimen antisemitisme dan memiliki bias yang jelas terhadap Israel. Langkah ini disambut baik oleh para pejabat Israel yang menyebutnya sebagai sebuah pesan tegas untuk PBB.

2. Albanese sebut sanksi AS sebagai taktik intimidasi

Albanese meremehkan sanksi tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah taktik intimidasi gaya mafia.

"Pada hari ini, lebih dari sebelumnya, saya berdiri teguh dan yakin di sisi keadilan. Saya berasal dari negara pendiri pengadilan ini, tempat para hakim membela keadilan dengan harga mahal, dan saya berniat menghormati tradisi itu," tulis Albanese di media sosial, dikutip dari BBC.

Sanksi AS ini menuai kecaman dari berbagai organisasi hak asasi manusia. Agnes Callamard dari Amnesty International mengatakan sanksi itu adalah serangan terhadap independensi para pakar PBB.

Nancy Okail dari Center for International Policy juga mengecam langkah tersebut. Menurutnya, tindakan ini membuat AS terlihat seperti diktator, dilansir Al Jazeera.

3. AS juga telah menyanksi hakim ICC yang menyelidiki Israel

kantor ICC di Belanda. (Tony Webster, CC BY 2.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/2.0>, via Wikimedia Commons)

Sanksi semacam ini bukan yang pertama dari AS. Sebelumnya, AS telah menjatuhkan sanksi serupa kepada para hakim dan jaksa penuntut ICC. Ketegangan memuncak setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Hamas dan pejabat tinggi Israel.

Dilansir dari The Guardian, Albanese telah mendesak perusahaan global untuk menghentikan bisnis dengan Israel agar tidak terlibat dalam kejahatan perang. Laporan Albanese menyoroti berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan dengan berani menyebut situasi di Gaza sebagai genosida.

"Pelapor Khusus adalah pakar independen, mereka tidak ditunjuk untuk menyenangkan pemerintah, melainkan untuk menjalankan mandatnya. Pemerintah di seluruh dunia harus melakukan segalanya untuk memblokir efek sanksi terhadap Francesca Albanese," ujar Callamard.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us