Australia Denda Meta Rp204 Miliar karena Mencuri Data Pribadi

Australia perketat perlindungan data pribadi

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Australia, pada Rabu (26/7/2023), menetapkan sanksi kepada induk perusahaan media sosial Meta, karena dua anak perusahaannya terbukti mencuri data pribadi warga Australia.

Dalam beberapa tahun terakhir, Australia terus meningkatkan perlindungan data konsumen di negaranya. Bahkan, pada Oktober 2022, Canberra mengajukan rencana meningkatkan hukuman kepada perusahaan yang terbukti melanggar aturan soal perlindungan data pribadi. 

1. Facebook Israel dan Onavo harus membayar masing-masing Rp102 miliar

Sanksi yang diberikan kepada Meta kali ini mencapai 20 juta dolar Australia atau senilai Rp204 miliar. Dalam rinciannya, dua anak perusahaan teknologi itu, Facebook Israel dan Onavo diharuskan membayar masing-masing 10 juta dolar Australia (Rp102 miliar) ke Australian Competition and Consumer Commission (ACCC). 

ACCC diketahui sudah menuntut Meta terkait penggunaan aplikasi VPN (virtual private network), Onavo pada Desember 2020. Setelah terungkapnya pelanggaran yang dilakukan oleh Facebook. 

"Sedangkan Onavo Protect diiklankan untuk melindungi data pengguna dan mengumpulkan data mereka di tempat yang aman. Faktanya, Facebook Israel dan Onavo menggunakan aplikasi itu untuk memperoleh data pengguna," tutur Jaksa Wendy Abraham, dikutip ABC net.

"Data berbentuk agregat dan tidak tanpa identitas itu sudah diberikan kepada induk perusahaannya, Meta Platforms Inc dan digunakan oleh Meta dalam berbagai tujuan komersial," tambahnya. 

Baca Juga: 4 Fakta Latihan Militer Multinasional AS-Australia Talisman Sabre

2. Terdapat lebih dari 270 ribu pengguna Onavo di Australia

ACCC menemukan bahwa Onavo Protect telah dipasang sebanyak 270 ribu kali oleh pengguna di Australia antara Februari 2016 hingga Oktober 2017. 

"Dalam Google Play Store dan Apple App Store, Onavo Protect dipromosikan sebagai aplikasi perlindungan data. Faktanya, Onavo dan Facebook Israel membagikan informasi personal pengguna kepada induk perusahaan Meta," ungkap kepala ACCC, Gina Cass-Gottlieb, dikutip Techcrunch.

"Kami menindak kasus ini setelah banyak konsumen khawatir terkait data mereka disimpan di dalam platform tersebut. Kami percaya konsumen di Australia seharusnya dapat memilih data atas kesadaran dan keinginan mereka sendiri," sambungnya. 

Ia pun khawatir pengguna di Australia tidak diberitahu secara jelas oleh Onavo, bahwa saat mengunduh dan menggunakan aplikasi tersebut akan digunakan untuk kepentingan komersial perusahaan. 

3. Meta masih menunggu hasil kasus Cambridge Analytics

Australia Denda Meta Rp204 Miliar karena Mencuri Data Pribadilogo Facebook dan Meta (unsplash.com/solomin_d)

Selain penetapan ini, Meta masih menunggu persidangan lain yang dituntut oleh Office of the Information Commissioner di Australia. Perkara hukum tersebut mengenai kasus Cambridge Analytics di Australia, dilansir Reuters.

Jaksa Wendy Abraham menambahkan, pengadilan seharusnya dapat memberikan denda kepada Meta hingga ribuan miliar dolar AS. Pasalnya, aplikasi tersebut sudah diunduh lebih dari 270 ribu pengguna dan melanggar hukum konsumen. Namun, pelanggaran tersebut hanya dikategorikan pada satu kesalahan saja.

Perusahaan Meta diketahui sudah memperoleh keuntungan sebesar 116 miliar dolar AS (Rp1,7 kuadriliun) pada tahun lalu atas operasionalnya di seluruh penjuru dunia. Namun, perusahaan asal AS itu sempat tersandung usai terkuaknya skandal Cambridge Analytica pada 2016. 

Baca Juga: AS Buka Kesempatan Selandia Baru Gabung AUKUS

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya