RD Kongo: Ketua Oposisi Minta Investigasi Pembubaran Massa

Terjadi kericuhan dalam demonstrasi di Kinshasa

Jakarta, IDN Times - Ketua oposisi Republik Demokratik Kongo, Martin Fayulu pada Jumat (17/9/2021) mengusulkan investigasi terkait kasus pembubaran massa oleh aparat kepolisian. Bahkan aparat kepolisian dianggap melakukan tindak kekerasan dan mengakibatkan beberapa orang mengalami luka-luka. 

Beberapa waktu belakangan, RD Kongo tengah mengalami gejolak setelah Partai Lamuka menyerukan penegakan keadilan, transparansi dan independensi dari Komisi Elektoral Nasional usai disetujuinya reformasi hukum. 

1. Meminta diadakan investigasi atas kebrutalan polisi

Pemimpin oposisi Republik Demokratik Kongo dari Partai Lamuka, Martin Fayulu telah meminta dibukanya investigasi terkait pembubaran massa secara brutal oleh aparat penegak hukum. Bahkan aksi tersebut berujung penahanan puluhan orang demonstran.

"Terdapat lebih dari 30 penahanan dan lebih dari 20 orang terluka. Sekarang kami mengumumkan jika semuanya sudah dibebaskan, tapi terdapat dua atau tiga orang yang masih hilang di Kinshasa. Namun, yang menjadi masalah serius adalah kebrutalan, penganiayaan, pemaksaan, penghinaan layaknya ikan busuk" ujar Fayulu.

Pada tahun 2018 lalu, Fayulu diketahui kalah dari Felix Tshisekedi dalam gelaran pemilihan presiden. Bahkan sejumlah pengamat mengindikasikan adanya kecurangan dalam gelaran pemilu itu, dilansir dari laman Africa News

2. Aparat kepolisian pukuli dan tahan seorang reporter 

Pada Rabu (15/9/2021) terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh puluhan massa di ibu kota Kinshasa usai adanya seruan dari Martin Fayulu. Namun aksi protes menentang pemerintah ini, berujung kericuhan setelah aparat kepolisian datang untuk membubarkan massa yang dianggap menyalahi aturan. 

Bahkan dilaporkan dari Al Jazeera, aparat kepolisian memukuli dan menahan sementara seorang jurnalis yang bekerja untuk Radio France International (RFI) bernama Patient Ligodi. "Mereka melemparku ke tanah dan mulai memukuliku secara bertubi-tubi" menurut keterangan dari Ligodi dalam video di sosial media. 

Aksi penahanan jurnalis internasional ini disebut sebagai suatu kesalahan dari aparat kepolisian setempat. Pasalnya, ia dianggap sebagai salah satu pendemo setelah pemerintah melarang adanya aksi demonstrasi terkait pandemik COVID-19. 

Baca Juga: WHO: Kemunculan Wabah Meningitis di RD Kongo

3. Tshisekedi berupaya untuk merusak independensi Komisi Elektoral Nasional

Dikutip dari Africa News, demonstrasi di Kinshasa terjadi setelah adanya reformasi komisi elektoral yang disetujui oleh Parlemen Nasional pada Juni lalu. Namun, usai persetujuan, pihak oposisi terus menuntut keadilan dan transparansi dari komisi elektoral di negaranya yang dianggap sudah tidak independen.

"Ini sangat disayangkan bahwa kekuatan yang seharusnya diatur oleh rakyat selama bertahun-tahun dirubah menjadi hukum ini. Sangat disayangkan bahwa kita dapat menerima Tn. Tshisekedi dan rekannya melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan" kata anggota oposisi Adolphe Muzito. 

Maka dari itu, Martin Fayulu mengecam tindakan parlemen yang dipimpin partai pimpinan Tshisekedi untuk mengadakan perubahan sistem elektoral baru di negaranya. Pihak oposisi tersebut selama ini mengklaim perubahan itu akan memicu kecurangan dalam proses pemilu tahun 2023. 

Di sisi lain, representatif PBB di RD Kongo, Bintou Keita berharap hukum baru itu dapat memperkuat depolitisasi, independensi, dan transparansi dari proses elektoral di negara Afrika Barat tersebut. 

Baca Juga: Kongo Umumkan Wabah Ebola Berakhir

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya