Republik Afrika Tengah Vonis Eks Presiden sebagai Pengkhianat Negara

Diadili secara in-absentia

Jakarta, IDN Times - Kementerian Hukum Republik Afrika Tengah resmi memvonis mantan Presiden François Bozizé sebagai pengkhianat negara pada Jumat (22/9/2023). Selain itu, terdapat sejumlah tokoh pemberontak yang ikut dihukum atas kasus pengkhianatan kepada negara. 

Republik Afrika Tengah terus dilanda ketidakstabilan politik yang berbuntut pada kudeta dan perang sipil dalam beberapa dekade terakhir. Akibatnya, negara itu pun tidak dapat berkembang dan termasuk salah satu negara termiskin di dunia. 

Baca Juga: Pasukan PBB Tewas Dibunuh di Republik Afrika Tengah

1. Menerima hukuman penjara seumur hidup

Presiden Pengadilan Bangui, Thierry Joachim Pessire mengatakan Bozize dihukum penjara seumur hidup atas pengkhianatan terhadap negara. Ia pun divonis karena terlibat dalam pengrusakan keamanan negara dan pembunuhan. 

Selain Bozize, dua anaknya, Jean-Francis dan Aimé-Vincent Bozize ikut dihukum atas kasus pengkhianatan terhadap negara. Pemimpin pemberontak lainnya, meliputi Nourredin Adam, Ali Darassa, Mohamed Al-Khatim, Abakar Sabone atau Sambe Bobo ikut dalam daftar orang yang divonis, dilansir RFI.

Secara total, hukuman ini diberikan kepada 23 orang yang tergabung dalam kelompok pemberontak Patriots Coalition for Change (CPC) di Afrika Tengah. Kesemuanya juga diadili secara in-absentia atau tanpa dihadiri langsung oleh terdakwa. 

Baca Juga: Afrika Tengah Lakukan Referendum, Presiden Bisa 3 Periode

2. Bozize dilengserkan pada 2013 oleh pemberontak muslim

Bozize merupakan mantan presiden yang menjabat pada 2003, setelah berhasil melancarkan kudeta. Namun, 10 tahun kemudian, ia pun dilengserkan oleh pemberontak muslim yang kini memimpin negara di Afrika bagian tengah itu. 

Pada 2020, Bozize mendirikan CPC dan sempat melancarkan serangan ofensif untuk menghalangi pilpres pada bulan Desember, setelah pencalonannya dibatalkan. Pasukannya berhasil dipukul mundur dari Bangui pada Januari 2021 oleh bantuan pasukan Rwanda dan Rusia. 

Pada Maret 2023, Bozize sudah mengasingkan diri ke Chad dari Guinea-Bissau dan perpecahan di antara pemimpin pemberontak pun terjadi. Sampai saat ini, pemimpin berusia 76 tahun itu terus meminta dialog dalam menyelesaikan masalah di negaranya. 

"Kami memutuskan untuk tidak mengatakan apapun. Seketika setelah rezim ini berakhir, Republik Afrika Tengah dipegang oleh diktator dengan naiknya kasus penangkapan dan hukuman paksa. Ini membuat Republik Afrika Tengah terus memulai dari awal dan berjalan di tempat," tambahnya.  

3. Touadera diperbolehkan mencalonkan pada pilpres 2025

Sejak 2016, Republik Afrika Tengah telah dipimpin oleh Presiden Faustin Archange Touadéra (66) di tengah perang sipil. Ia pun mampu meneruskan kekuasaannya berkat bantuan dari tentara penjaga perdamaian Rwanda dan pasukan pembunuh bayaran Rusia, PMC Wagner. 

Dilaporkan Africa News, mantan perdana menteri pada masa kepemimpinan Bozize antara 2008-2013 itu kerap dijuluki sebagai Presiden Wagner oleh oposisi. Ia pun disebut berniat untuk kembali meneruskan kepemimpinannya di Republik Afrika Tengah pada 2025. 

Pada Agustus lalu, telah diputuskan konstitusi baru yang memperbolehkan Touadera untuk melanjutkan kekuasaannya pada periode ketiga. Padahal, kebijakan lama hanya memperbolehkan kepala negara menjabat paling lama dua periode. 

Apabila ia terpilih sebagai presiden pada dua periode ke depan, maka ia akan berkuasa selama 16 tahun di Republik Afrika Tengah. Pihak oposisi pun menyebut Touadera ingin menjadi presiden untuk selamanya. 

Baca Juga: Blok Ekonomi Afrika Tengah Tangguhkan Keanggotaan Gabon Usai Kudeta

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya