Associated Press melansir, menanggapi penangkapan Durov, Telegram merilis pernyataan online pada hari Minggu lalu. Platform ini menegaskan bahwa mereka mematuhi semua hukum Uni Eropa. Mereka juga menyatakan bahwa moderasi kontennya sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan.
Durov sendiri, dalam wawancara langka dengan Financial Times pada Maret lalu, menyatakan sikapnya terhadap konten berbahaya di Telegram.
"Materi pelecehan anak dan seruan kekerasan publik adalah garis merah bagi Telegram," kata Durov, dilansir dari The Guardian.
Namun, ia juga berulang kali mempromosikan kebijakan moderasi minimal platform dan komitmen terhadap kebebasan berbicara. Menariknya, Telegram hanya mempekerjakan 30 insinyur penuh waktu untuk moderasi. Padahal, Telegram memiliki sekitar 1 miliar pengguna di seluruh dunia.
Durov, yang dinilai memiliki kekayaan lebih dari 9 miliar dolar AS (Rp138 triliun), memiliki latar belakang yang kontroversial. Ia meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak permintaan Kremlin untuk menutup grup oposisi di jejaring sosial VK yang ia dirikan.
Ironisnya, Rusia pernah mencoba memblokir Telegram pada 2018. Namun upaya tersebut gagal dan larangan dicabut pada 2020.