Biarkan Konten Ilegal Makin Marak, CEO Telegram Ditangkap

- Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Prancis terkait tuduhan aktivitas kriminal seperti penyebaran materi pelecehan seksual anak, transaksi ilegal, dan penipuan di platform Telegram.
- Penyelidikan terhadap Durov melibatkan 12 tuduhan pelanggaran terkait kejahatan terorganisir, termasuk distribusi gambar anak yang bersifat pornografi, kejahatan narkoba, dan penipuan.
- Durov belum didakwa secara resmi dan dapat ditahan hingga 96 jam. Penangkapannya memicu reaksi internasional termasuk dari Rusia yang menyebutnya sebagai kemunafikan Barat mengenai kebebasan berbicara.
Jakarta, IDN Times - Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi pesan instan Telegram, ditangkap di Prancis pada Sabtu lalu. Melansir dari New York Times pada Selasa (27/8/2024), penangkapan ini terkait dengan tuduhan serius mengenai aktivitas kriminal yang terjadi di platform Telegram.
Jaksa Paris, Laure Beccuau, mengungkapkan bahwa penyelidikan mencakup tuduhan terkait penyebaran materi pelecehan seksual anak, transaksi ilegal, dan penipuan di platform Telegram. Durov juga dituduh menolak untuk bekerja sama dengan otoritas dalam menangani masalah ini.
Ia ditahan di bandara Le Bourget, dekat Paris, sesaat setelah tiba dari Azerbaijan dengan jet pribadinya. Penangkapan mengejutkan ini memicu perdebatan global tentang kebebasan berekspresi dan tanggung jawab platform media sosial. Telegram, yang memiliki hampir 1 miliar pengguna, selama ini dikenal dengan komitmennya terhadap privasi dan kebebasan berbicara.
1. Durov dituduh terlibat 12 pelanggaran kejahatan terorganisir
Penyelidikan terhadap Durov dan Telegram dibuka pada 8 Juli 2024 oleh Yurisdiksi Nasional untuk Memerangi Kejahatan Terorganisi (Junalco). Jaksa Beccuau menjelaskan bahwa investigasi ini melibatkan 12 tuduhan pelanggaran terkait kejahatan terorganisir.
Beccuau menjelaskan bahwa tuduhan tersebut mencakup distribusi gambar anak yang bersifat pornografi, kejahatan narkoba, dan penipuan.
Saat ini, Durov masih ditahan dan belum didakwa secara resmi. Penahanannya dapat diperpanjang hingga 96 jam, yang berarti hingga Rabu (28/8/2024). Setelah batas waktu tersebut, hakim investigasi harus memutuskan apakah akan mendakwa Durov atau membebaskannya.
Jean-Michel Bernigaud, sekretaris jenderal Ofmin menegaskan bahwa penangkapan Durov terkait dengan kegagalan Telegram untuk memerangi kejahatan di aplikasi tersebut. Ofmin adalah badan Prancis yang dibentuk tahun lalu untuk mencegah kekerasan terhadap anak-anak.
2. Telegram membantah tuduhan, klaim patuhi hukum UE
Menanggapi tuduhan tersebut, Telegram merilis pernyataan pada Minggu (25/8/2024) malam. Perusahaan menegaskan bahwa Durov tidak memiliki apa pun untuk disembunyikan dan platform mereka mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Undang-undang Layanan Digital.
"Telegram mematuhi hukum UE, termasuk Undang-undang Layanan Digital, moderasinya sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan. Sangat tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut," tulis Telegram dalam pernyataannya, dilansir dari The Guardian.
Menariknya, Durov mendapatkan kewarganegaraan Prancis pada 2021 melalui prosedur khusus untuk orang asing berpengaruh tinggi. Prosedur ini membebaskannya dari persyaratan hukum biasa, termasuk tinggal di negara tersebut selama minimal lima tahun.
3. Presiden Prancis tegaskan penangkapan tidak bermotif politik
Penangkapan Durov telah memicu reaksi internasional, terutama dari Rusia. Meskipun Durov sebelumnya berselisih dengan Kremlin, penangkapannya telah memicu kemarahan di Moskow. Hal ini digambarkan oleh pejabat Rusia sebagai kemunafikan Barat mengenai kebebasan berbicara.
"Penangkapan Pavel Durov mengkonfirmasi bahwa tidak ada kebebasan berbicara di Eropa atau bahkan global (pro-Barat)," ujar Sergei Mironov, politisi ultra-nasionalis Rusia dan sekutu Vladimir Putin.
Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengatakan telah meminta akses konsuler kepada Durov. Namun, perwakilannya dilaporkan tidak merespons, menurut media pemerintah Rusia.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron membantah tuduhan bahwa penangkapan Durov merupakan bentuk sensor pemerintah.
"Penangkapan presiden Telegram di wilayah Prancis terjadi sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung," tulis Macron di platform X.
Kasus ini berpotensi memiliki implikasi besar bagi masa depan Telegram dan kepemimpinan Durov. Dengan kekayaan bersih yang diperkirakan lebih dari 9 miliar dolar AS (Rp139 triliun), Durov telah menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia teknologi.