Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi demonstrasi (pexels.com/Alexander Zvir)
ilustrasi demonstrasi (pexels.com/Alexander Zvir)

Intinya sih...

  • Polisi terluka akibat bentrokan dengan massa

  • Proyek banjir fiktif timbulkan kerugian miliaran peso

  • Suasana kondusif di Manila meski ketegangan belum reda

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Ribuan warga Filipina memenuhi jalanan Manila pada Minggu (21/9/2025) untuk memprotes skandal korupsi proyek pengendalian banjir fiktif senilai miliaran dolar. Kasus ini menyeret sejumlah anggota parlemen hingga membuat pimpinan dua kamar Kongres mundur dari jabatannya. Presiden Ferdinand Marcos Jr. sebelumnya telah membuka kasus ini dalam pidato kenegaraan pada Juli lalu.

Aksi damai itu berlangsung di sebuah taman bersejarah dan monumen demokrasi di ibu kota. Massa terdiri dari keluarga, aktivis, tokoh agama, dan politisi yang bersatu menyuarakan kekecewaan terhadap pemerintah.

Lebih dari 200 orang ditangkap usai bentrokan di Jembatan Ayala dan Mendiola. Polisi menyebut 88 di antaranya adalah anak di bawah umur, termasuk seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun. Bentrokan pecah setelah sekelompok demonstran bertopeng melempari aparat dengan batu, membakar sepeda motor, dan merusak sebuah usaha warga.

1. Polisi terluka akibat bentrokan dengan massa

Kepolisian Filipina melaporkan sedikitnya 131 petugas menjadi korban bentrokan, beberapa dalam kondisi serius dan kini dirawat intensif di rumah sakit. Untuk membubarkan massa, aparat menembakkan gas air mata dan mengerahkan meriam air. Kerusuhan disertai perusakan, mulai dari tembok dicorat-coret, tiang baja dijatuhkan, kaca bangunan dipecahkan, hingga lobi sebuah penginapan ikut dirusak.

Lokasi bentrokan terjadi tidak jauh dari istana kepresidenan Malacanang. Namun, belum ada kepastian apakah Presiden Marcos Jr. berada di kompleks istana ketika kerusuhan berlangsung. Situasi ini menambah ketegangan di ibu kota yang sejak lama menjadi pusat aksi politik besar.

Juru bicara kepolisian wilayah, Mayor Hazel Asilo, mengungkapkan bahwa para tersangka belum menyebut motif tindakan mereka.

“Sejauh ini, tidak ada dari mereka yang mengatakan alasan di balik tindakan mereka atau apakah seseorang membayar mereka untuk melakukannya,” ujarnya kepada AFP, dikutip dari CNA. Penyelidikan masih berjalan untuk menelusuri jaringan dan afiliasi para pelaku.

2. Proyek banjir fiktif timbulkan kerugian miliaran peso

Departemen Keuangan Filipina memperkirakan kerugian negara akibat proyek pengendalian banjir fiktif mencapai 118,5 miliar peso Filipina atau setara Rp34,5 truliun dalam periode 2023-2025. Sementara itu, Greenpeace menilai kerugian bisa jauh lebih besar, yakni hingga 18 miliar dolar AS (setara Rp298 triliun).

Proyek infrastruktur itu diketahui tidak memadai, bahkan sebagian besar sama sekali tidak ada, terutama di daerah rawan banjir seperti Bulacan. Aktivis mahasiswa asal Bulacan, Althea Trinidad, ikut menyuarakan kekecewaannya.

“Saya merasa sedih bahwa kita terpuruk dalam kemiskinan dan kehilangan rumah, kehidupan, serta masa depan kita sementara mereka meraup keuntungan besar dari pajak kita yang membiayai mobil mewah, perjalanan ke luar negeri, dan transaksi korporasi yang lebih besar,” katanya kepada The Associated Press, dikutip dari Al Jazeera.

Ungkapan ini menggambarkan rasa frustasi masyarakat terhadap praktik penyalahgunaan dana publik.

Gelombang protes di Filipina juga mencerminkan tren regional. Dalam beberapa pekan terakhir, aksi serupa melawan korupsi juga berlangsung di Indonesia dan Nepal. Isu penyalahgunaan anggaran publik menjadi sorotan luas di Asia, memperlihatkan keresahan warga terhadap elite politik.

3. Suasana kondusif di Manila meski ketegangan belum reda

Pada Senin (22/9/2025), kondisi Manila mulai tenang meski aparat memperketat penjagaan di berbagai titik. Pemerintah menutup sekolah-sekolah dan memberlakukan jam malam khusus bagi anak di bawah umur. Wartawan Al Jazeera, Barnaby Lo, melaporkan bahwa unjuk rasa lanjutan masih mungkin terjadi dalam beberapa hari ke depan.

Kardinal Pablo Virgilio David, ketua Konferensi Waligereja Katolik Filipina (CBCP), menyerukan agar rakyat menempuh jalan damai dalam menuntut keadilan.

“Tujuan kami bukan untuk mengacaukannya tetapi untuk memperkuat demokrasi kami,” katanya dalam pernyataan resmi, dikutip dari Politico.

Pesan itu muncul di tengah situasi sulit karena Filipina juga tengah menghadapi ancaman banjir besar akibat Topan Super Ragasa. Kombinasi krisis korupsi dan bencana alam menambah tekanan sosial bagi jutaan warga miskin di negara tersebut. Demonstrasi anti-korupsi diperkirakan tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Publik menunggu langkah pemerintah untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap transparansi dan akuntabilitas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team