5 Fakta seputar Narco-State, Negara yang Ekonominya Disokong Narkoba

Apakah Afghanistan atau Meksiko adalah narco-state?

Jakarta, IDN Times - Narkotika adalah salah satu komoditas paling kontroversial di dunia. Di satu sisi, narkotika dibutuhkan dalam industri farmasi. Di sisi lain, zat adiktif yang terkandung di dalamnya kerap disalahgunakan dan diperjualbelikan secara ilegal di masyarakat.

Harganya yang tinggi memang menggiurkan untuk beberapa pebisnis yang mau mengambil risiko. Bahkan, tak sedikit dari para pelakunya yang bisa merangsek ke ranah politik karena pengaruhnya yang besar.

Inilah yang kemudian memunculkan istilah narco-state atau negara yang mengakui perdagangan narkotika sebagai bagian dari sistem ekonomi mereka. Sebenarnya apa saja yang masuk dalam kriteria narco-state dan benarkah ada negara yang resmi menyandang gelar tersebut? 

1. Perdebatan dalam definisi narco-state 

5 Fakta seputar Narco-State, Negara yang Ekonominya Disokong Narkobaladang opium di Kachin, Myanmar (twitter.com/UNODC_SEAP)

Ada banyak definisi dari istilah narco-state. Chouvy, dalam artikel ilmiahnya berjudul 'The Myth of the Narco-State', mengidentifikasi beberapa definisi yang diungkap sejumlah ilmuwan dan institusi. Bila dirangkum, kebanyakan definisi mengarah pada seberapa besar pengaruh perdagangan narkoba dalam sistem ekonomi dan politik sebuah negara. 

Seperti yang diungkapkan Weiner dalam buku 'The World Heroin Market: Can Supply Be Cut?' karangan Paoli, Greenfield, dan Reuter, ada dua hal yang memungkinkan sebuah negara bisa menyandang gelar narco-state, yaitu yang secara ekonomi bergantung pada perdagangan narkoba dan elite pemerintahnya terlibat dalam perdagangan narkoba. 

Namun, Chouvy menyanggah bahwa istilah narco-state lebih sering digunakan untuk keperluan dramatisasi. Mengingat definisi seperti itu sebenarnya tidak jauh berbeda dari negara korup biasa. Ia mempertanyakan mengapa korupsi yang mencatut komoditas selain narkoba tidak memiliki terma spesial serupa.

Baca Juga: Disusupi Kartel, Badan Antinarkoba AS di Meksiko Dibubarkan Presiden

2. Dipercaya berkembang pesat di Asia, Afrika dan Amerika Latin 

5 Fakta seputar Narco-State, Negara yang Ekonominya Disokong Narkobapotret petani coca di sebuah ladang di Kolombia oleh Carlos Villalon (instagram.com/villalonsantamaria)

Definisi-definisi tentang narco-state juga mengarah pada failed states (negara gagal) yang kebanyakan berada di Afrika, Asia, dan Amerika Tengah.

Padahal, bila ditilik lebih dekat, negara-negara gagal tidak memiliki pemerintah berdaulat yang bisa menegakkan hukum. Artinya, mereka tidak sepenuhnya sadar dan memiliki kontrol atas produksi dan perdagangan narkoba di dalam teritorinya. 

Beberapa negara yang sering dicatut sebagai narco-state antara lain Afghanistan, Tajikistan, Korea Utara, Guinea Bissau, Meksiko, Kolombia, Honduras, Myanmar, hingga Albania.

Kebanyakan dari mereka memang dikenal sebagai produsen dan distributor terbesar tanaman narkotika seperti opium, ganja, dan kokain.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan tanaman-tanaman tersebut. Opium adalah bahan baku obat-obatan. Ganja dan kokain dikenal sebagai obat dan bumbu tradisional di berbagai negara Amerika Latin dan Asia.

Menjadi problematik ketika tumbuhan tersebut disalahgunakan dan diperdagangkan secara ilegal ke negara lain. Ini yang mendorong terbangunnya sistem kartel atau mafia yang mengoperasikan perdagangan narkotika. Bahkan di beberapa negara perdagangan narkoba melibatkan elite politik dan institusi pemerintah. 

3. Kriteria yang membuat negara bisa dikategorikan narco-state

5 Fakta seputar Narco-State, Negara yang Ekonominya Disokong Narkobapenampakan tanaman opium (twitter.com/Marc Emery)

Menurut Chouvy, ada tiga kriteria yang menjadikan negara bisa disebut narco-state. Kriteria tersebut antara lain total area yang ditanami narkoba, besar persentase perdagangan narkoba dibanding dengan total GDP, serta status dukungan negara dalam proses produksi dan perdagangan narkoba.   

Dari kriteria tersebut, sebenarnya status sebagai produsen dan pedagang saja tidak cukup. Harus ada kuantitas minimal yang dipenuhi.

Pun keterlibatan elite pemerintah atau aktor politik juga tidak bisa membuat sebuah negara bisa serta merta menyandang gelar narco-state, karena menurut Chouvy proses produksi dan perdagangannya harus diinisiasi dan dikembangkan secara aktif oleh pemerintah berdaulat di wilayah negara tersebut. 

Hal ini sejalan dengan definisi narco-state oleh IMF dalam laporannya tentang rencana bantuan di Afghanistan pada 2003 yang berbunyi, "where all legitimate institutions become penetrated by the power and wealth of the illegal drug trade."

Artinya negara yang semua institusi resminya terpenetrasi oleh kekuatan dan sokongan dana dari perdagangan obat-obatan terlarang. 

4. Belum ada negara di dunia yang benar-benar bisa disebut narco-state

5 Fakta seputar Narco-State, Negara yang Ekonominya Disokong Narkobasebuah perkebunan opium di Turki (instagram.com/chansinkit)

Dari sejumlah kriteria dan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa belum ada negara yang benar-benar bisa disebut sebagai narco-state. Ini karena belum ada negara yang mengakui secara gamblang keterlibatan dan ketergantungan mereka pada perdagangan narkoba sebagai sumber penggerak ekonomi utama. 

Narkotika adalah komoditas ilegal yang tidak bisa dilacak dan dihitung dengan akurat pengaruhnya pada ekonomi sebuah negara. Angka-angka yang muncul seperti dalam laporan UN Office on Drugs & Crime biasanya hanya sebatas estimasi.

Bila menggunakan hitungan kasar, maka sebenarnya tidak ada negara yang benar-benar bebas dari drug money atau pendapatan dari perdagangan narkoba.

Ini karena tidak ada negara yang benar-benar bebas dari korupsi dan suap terkait dengan produksi dan distribusi komoditas ilegal tersebut. Aspek lain yang tidak bisa dienyahkan adalah banyak pelaku perdagangan narkoba yang sudah menginvestasikan profit mereka dalam berbagai bisnis legal atau cuci uang. 

5. Perdagangan narkoba tidak bisa mengalahkan keuntungan dari perdagangan energi dan mineral 

5 Fakta seputar Narco-State, Negara yang Ekonominya Disokong Narkobatanaman coca di tengah hutan Amazon yang terbakar (twitter.com/Pablo_Yglesias)

Chouvy juga menyoroti betapa rapuhnya drug economy, bahkan bila dibanding dengan komoditas lain yang strategis seperti energi, mineral, dan makanan (peternakan, perikanan, dan pertanian).

Berbeda dengan aset berupa narkoba yang susah dipajak dan berisiko dikucilkan dari perdagangan global, kepemilikan akan sumber daya energi dan mineral biasanya akan mengantarkan sebuah negara ke status rentier states.

Menurut jurnal Hazem Beblawi berjudul 'The Rentier State in the Arab World', status tersebut merujuk pada negara bisa menikmati kemakmuran dari profit penjualan komoditas ekspor mereka tanpa melakukan kegiatan ekonomi yang signifikan atau nyata.

Istilah rentier sendiri mengambil analogi tuan tanah atau orang-orang yang bisa menikmati pendapatan pasif dari menyewakan properti atau aset mereka. 

Fenomena rentier states banyak ditemukan di negara-negara Arab seperti Kuwait, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan lain sebagainya. Negara kaya energi dan mineral lain yang bisa masuk kategori ini termasuk pula Venezuela, Rusia, dan Kanada.

Ternyata tak semudah itu menjuluki sebuah negara sebagai narco-state. Sejauh ini baru ada estimasi dan asumsi tanpa benar-benar ada data yang akurat.

Baca Juga: Penyelam di Australia Ditemukan Tewas dengan Kokain Senilai Rp203 M

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya