AS Sebut Iran Gak Bertangggung Jawab terhadap Program Nuklirnya

Iran sebelumnya tolak sepertiga pengawas utusan IAEA

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, menyebut langkah Iran yang menolak sejumlah pengawas nuklir PBB pekan lalu, menunjukkan bahwa negara itu tidak mau bertanggung jawab atas program nuklirnya.

"Baru seminggu terakhir ini, kita melihat mereka memecat para inspektur IAEA yang sangat penting dalam melakukan pekerjaan di IAEA untuk sebaik mungkin memastikan bahwa Iran konsisten dengan kewajiban apa pun yang dimilikinya," kata Blinken pada Jumat (22/9/2023), dikutip The National.

“Itu bukanlah bukti bahwa Iran tertarik untuk menjadi aktor yang bertanggung jawab.”

Akhir pekan lalu, Iran melarang sepertiga pengawas yang diutus oleh IAEA untuk mengakses fasilitas nuklir di negaranya. Tindakan itu dikecam oleh ketua IAEA, Rafael Grossi, karena dianggap menghambat pengawasan badan tersebut terhadap kegiatan nuklir di Teheran.

Baca Juga: Presiden Iran Mengaku Tidak Keberatan dengan Inspeksi Badan Nuklir 

1. Iran ingin tim pengawas yang dapat dipercaya

Namun Presiden Iran, Ebrahim Raisi, pada Rabu (20/9/2023) membantah bahwa negaranya mempermasalahkan inspeksi yang dilakukan pengawas nuklir PBB terhadap fasilitas nuklir mereka.

“Kami tidak mempunyai masalah dengan inspeksi tersebut namun masalahnya ada pada beberapa inspektur… para inspektur yang dapat dipercaya dapat melanjutkan pekerjaan mereka di Iran,” kata Raisi dalam konferensi pers di sela-sela Majelis Umum PBB, dikutip Reuters.

“Keputusan Teheran merupakan reaksi terhadap beberapa pernyataan tidak adil dari anggota IAEA di negara-negara Barat."

Ia juga menambahkan bahwa hubungan Teheran dengan Washington dapat bergerak maju apabila pemerintahan Biden menunjukkan keinginannya untuk kembali ke perjanjian nuklir 2015. Namun langkah pertama yang harus dilakukan adalah pelonggaran sanksi, katanya.

“Kami belum meninggalkan meja perundingan,” ujar Raisi.

Baca Juga: Presiden Iran Desak AS Kembali Sepakati Perjanjian Nuklir 2015

2. Upaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 masih menemui titik buntu

Pada 2015, negara-negara besar dunia mencapai kesepakatan dengan Iran, yang menyatakan bahwa Teheran akan mengekang program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi.

Namun Presiden Donald Trump pada 2018 secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian tersebut dan menerapkan kembali sanksi kerasnya terhadap Iran. Hal ini kemudian mendorong Teheran secara bertahap meningkatkan kembali program nuklirnya.

Sejauh ini, upaya untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut tidak membuahkan hasil. Untuk meredakan ketegangan, Teheran dan Washington mencapai kesepakatan yang dimediasi Qatar bulan lalu, yang menghasilkan pertukaran lima tahanan pada Senin (18/9/2023) dan pencairan dana Teheran sebesar 6 miliar dolar AS (sekitar Rp92 triliun) di Korea Selatan.

3. Iran kurangi tingkat pengayaan uraniumnya

Awal bulan ini, badan nuklir PBB mengatakan dalam laporan rahasianya bahwa Iran belum membuat kemajuan dalam beberapa persoalan terkait nuklir, termasuk pemasangan kembali kamera pengawas IAEA yang dicabut Teheran di fasilitas nuklirnya dan menjelaskan keberadaan partikel uranium buatan yang ditemukan di negara itu.

Sementara itu, dalam laporan terpisah, IAEA mengungkapkan bahwa Iran telah mengurangi tingkat pengayaan uraniumnya, meskipun persediaannya terus bertambah. Total persediaan uranium negara itu diperkirakan mencapai 3.795,5 kilogram pada 19 Agustus, turun 949 kilogram dari bulan Mei, dikutip The Times of Israel.

Adapun Iran selalu membantah bahwa negaranya berambisi untuk mengembangkan senjata nuklir, dan menegaskan bahwa aktivitas itu sepenuhnya untuk tujuan damai.

Baca Juga: Tegang dengan Iran, AS Kirim Kapal Selam Tenaga Nuklir ke Timur Tengah

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya