Azerbaijan Tuduh Prancis Memancing Perang Baru di Wilayah Kaukasus

Prancis menyetujui pengiriman senjata ke Armenia

Jakarta, IDN Times - Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev pada Selasa (21/11/2023) menuduh Prancis berusaha mendorong terjadinya perang regional terbaru dengan mengirimkan senjata ke Armenia.

Bulan lalu, Prancis mengatakan bahwa pihaknya telah menyetujui kontrak baru untuk memasok peralatan militer ke Armenia. Baku dan Yerevan sendiri telah terlibat dalam konflik teritorial selama puluhan tahun terkait wilayah Nagorno-Karabakh di Azerbaijan, yang direbut kembali oleh Baku pada September usai melancarkan operasi militer untuk menumpas separatis Armenia.

“Prancis tidak hanya mendestabilisasi koloni-koloninya di masa lalu dan sekarang, tetapi juga kawasan kami, Kaukasus Selatan, dengan mendukung kecenderungan separatis dan separatis,” kata Aliyev dalam pidatonya pada konferensi dekolonisasi di Baku

“Dengan mempersenjatai Armenia, mereka menerapkan kebijakan militeristik, mendorong kekuatan pembangkangan di Armenia, dan mempersiapkan landasan bagi dimulainya perang baru di wilayah kami.”

Baca Juga: Senjata Israel Bantu Azerbaijan Kuasai Nagorno-Karabakh

1. Azerbaijan yakin mereka dapat mencapai kesepakatan damai dengan Armenia tanpa mediasi Barat

Menanggapi hal tersebut, sumber diplomatik Perancis mengatakan bahwa Perancis, bersama dengan mitra Eropa dan AS, berupaya mewujudkan perdamaian yang adil dan tahan lama di Kaukasus selatan, berdasarkan prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan perbatasan.

Sementara itu, penasihat presiden Azerbaijan Hikmet Hajiyev mengungkapkan bahwa Baku menginginkan perundingan perdamaian bilateral dengan Armenia, dan yakin mereka dapat mencapai kesepakatan dengan cepat tanpa memerlukan mediasi Barat.

“Perjanjian damai bukanlah fisika nuklir. Kalau ada niat baik, prinsip-prinsip dasar perjanjian damai bisa terwujud dalam waktu singkat,” ujarnya.

“Kami membutuhkan perdamaian di kawasan kami, bukan di Washington, Paris atau Brussels," tegasnya, saat ditanyai tentang keterlibatan Barat.

Kementerian Luar Negeri Azerbaijan juga menyarankan agar pembicaraan dengan Armenia dapat dilakukan di perbatasan kedua negara atau di lokasi lain.

Baca Juga: Azerbaijan Beli Satelit Observasi Israel Senilai Rp1,8 Triliun

2. Azerbaijan tepis anggapan bahwa negaranya akan merebut wilayah Armenia

Dilansir Reuters, seorang diplomat Eropa menyuarakan kekhawatirannya jika Azerbaijan akan mencaplok wilayah di selatan Armenia usai merebut kembali wilayah Karabakh. Tujuannya adalah membuka koridor ke eksklave Nakhchivan, yang berbatasan dengan Turki, Iran, dan Armenia.

“Kami sangat khawatir dengan integritas wilayah Armenia,” kata diplomat itu.

Namun Azerbaijan mengatakan bahwa kekhawatiran tersebut tidak berdasar, dan pihaknya bekerja sama dengan Iran untuk menciptakan koridor transportasi ke Nakhchivan di seluruh wilayah Iran.

3. AS dan UE dianggap pro-Armenia

Mediasi selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), dan Rusia gagal membuat kedua negara menandatangani perjanjian damai. Mereka belum menyepakati demarkasi perbatasan mereka, yang masih tertutup dan sangat termiliterisasi. Pertempuran di perbatasan, yang seringkali berakibat fatal, pun masih sering terjadi.

Dalam beberapa bulan terakhir, Azerbaijan berulang kali mundur dari perundingan perdamaian yang ditengahi oleh AS dan UE, karena dianggap bias pro-Armenia.

Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan pekan ini memuji UE karena membantu mendekatkan kesepakatan damai, namun mengatakan bawa kedua pihak masih berbicara dalam bahasa diplomatik yang berbeda.

Baca Juga: Jerman Desak Azerbaijan-Armenia Kembali Gelar Pembicaraan Damai

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya