Hakim Inggris Minta Pemerintah Setop Jual Senjata ke Israel 

Mereka minta Inggris tidak terlibat dalam genosida di Gaza

Jakarta, IDN Times - Tiga mantan hakim Mahkamah Agung telah bergabung dengan lebih dari 600 ahli hukum Inggris dalam menyerukan pemerintah untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel.

Mereka mengatakan, ekspor senjata harus dihentikan lantaran hal tersebut dapat membuat Inggris terlibat dalam genosida di Gaza. Seruan ini didukung oleh dua pakar intelijen terkemuka Inggris, yang berpendapat bahwa pemerintah perlu menggunakan segala cara untuk membujuk Israel dan pendukung setianya, Amerika Serikat (AS), demi mengubah arah konflik.

“Penyediaan bantuan dan material militer kepada Israel dapat membuat Inggris terlibat dalam genosida serta pelanggaran serius terhadap Hukum Humaniter Internasional,” kata para hakim, pengacara dan akademisi hukum dalam surat setebal 17 halaman kepada Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak.

1. Tekanan semakin meningkat usai terbunuhnya tujuh pekerja bantuan di Gaza

Sunak telah menolak seruan untuk segera menghentikan penjualan senjata ke Israel, dengan mengatakan bahwa pemerintah senantiasa mematuhi perizinan senjata yang sangat hati-hati.

Namun, tekanan semakin meningkat setelah tewasnya tujuh pekerja bantuan, termasuk tiga warga negara Inggris, dalam serangan udara Israel pekan ini. Tel Aviv mengatakan bahwa mereka terbunuh secara tidak sengaja.

Inggris melisensikan penjualan alat peledak, senapan serbu, dan komponen pesawat militer buatannya ke Israel. Tetapi, negara ini merupakan pemasok yang relatif kecil dibandingkan negara-negara lain seperti Jerman, Italia dan AS. Adapun ekspor senjata ke Israel hanya mencapai sekitar 0,4 persen dari total penjualan pertahanan global Inggris pada 2022.

Dua tokoh senior di komunitas intelijen Inggris, Peter Ricketts dan Alex Younger, berpendapat bahwa penjualan tersebut harus dijadikan sebagai alat tekanan.

Ricketts mengatakan ada banyak bukti bahwa Israel tidak mematuhi hukum kemanusiaan internasional. Menurutnya, larangan ekspor tersebut akan mengirimkan pesan yang dapat memicu perdebatan di Washington.

"Inggris perlu mencapai pengaruh, dan menciptakan insentif agar lebih fokus pada masalah yang secara teknis disebut kerusakan tambahan, tapi yang kita sebut sebagai pembunuhan warga sipil tak berdosa," kata Younger kepada BBC.

Baca Juga: Iran: Mana Negara Barat yang Klaim Bela HAM saat Israel Bantai Orang?

2. Inggris lupakan kewajibannya berdasarkan hukum internasional

Salah seorang mantan hakim, Jonathan Sumption, mengungkapkan bahwa dia khawatir pemerintah Inggris telah melupakan kewajibannya berdasarkan hukum internasional.

“Bagi saya, jika Anda mempunyai kewajiban, seperti kami, untuk mencegah genosida, dan ada kasus yang masuk akal yang sedang terjadi, Anda harus melakukan apa yang Anda bisa untuk menghalanginya,” katanya dalam program Today di BBC Radio 4.

Ia menambahkan, kerangka hukum internasional mengenai perang tidak berarti bahwa negara dapat bertindak sesukanya meskipun diprovokasi atau diserang.

"Ini tidak berarti bahwa Anda dapat membantai warga sipil dan anak-anak yang tidak bersalah tanpa pandang bulu. Ini tidak berarti bahwa Anda dapat menyerang konvoi bantuan, Anda dapat mencabut visa pekerja bantuan. Ini tidak berarti mengatakan Anda bisa menghabiskan waktu dua minggu untuk meratakan rumah sakit. Ada batasan terhadap apa yang dapat dilakukan seseorang, bahkan untuk membela diri," tambahnya.

Awal pekan ini, ketua komite urusan luar negeri parlemen dari Partai Konservatif Alicia Kearns mengatakan, para menteri telah diberitahu oleh pengacara mereka bahwa Israel telah melanggar hukum internasional dalam perangnya di Gaza.

3. Inggris juga didesak untuk pulihkan pendanaan terhadap UNRWA

Pemerintah juga diminta untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional, termasuk melanjutkan pendanaan terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), menjatuhkan sanksi terhadap individu dan entitas yang telah menghasut genosida terhadap warga Palestina, menangguhkan negosiasi diplomatik dan perjanjian perdagangan dengan Israel, dan mempertimbangkan penerapan sanksi terhadap Tel Aviv.

Israel mulai melancarkan operasi militer di Jalur Gaza setelah kelompok Palestina Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 lainnya.

Sejak itu, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa lebih dari 32.916 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan balasan Israel, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Perang tersebut juga telah mengakibatkan sebagian besar Jalur Gaza hancur dan membuat masyarakat hidup di ambang kelaparan. 

Sekitar 130 sandera Israel dilaporkan masih disandera di Gaza, namun 34 di antaranya diperkirakan telah tewas akibat serangan udara.

Baca Juga: Iran: Di Mana Ada Zionis, Di sana Ada Kerusakan dan Kehancuran

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya