ISIS Dituduh Dalangi Bom Bunuh Diri Pakistan yang Renggut 44 Jiwa

Serangan punya ciri khas operasi ISIS

Jakarta, IDN Times - Para ahli menduga bom bunuh diri yang meledak di tengah rapat umum politik di Pakistan pada Minggu (30/7/2023) didalangi oleh cabang ISIS di Afghanistan (ISKP).

Sedikitnya 44 orang tewas dan lebih dari 100 lainnya luka-luka ketika bom meledak di pertemuan politik partai Islam terkemuka, Jamiat Ulema-e-Islam-F (JUI-F), di barat laut Pakistan. Seorang pemimpin regional JUI-F, Maulana Ziaullah, juga tewas dalam kejadian itu.

Hingga saat ini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Pihak keamanan masih menyelidiki dalang dan motif di balik bom bunuh diri tersebut.

1. ISKP memiliki motif dan kapasitas untuk melakukan serangan

Greg Barton, ketua politik Islam global di Deakin University, mengatakan bahwa ISKP memiliki motif, logika, dan kapasitas untuk melakukan serangan tersebut.

“Kita tahu bahwa Negara Islam di Provinsi Khorasan (ISKP), cabang ISIS di Afghanistan, sedang berjuang keras melawan Taliban. Dan kita tahu bahwa unjuk rasa politik di Pakistan sangat erat kaitannya dengan Taliban di Afghanistan,” katanya.

“Dan tentu saja, sayangnya, bom bunuh diri semacam ini memiliki ciri khas operasi ISIS," kata Barton pada Senin (31/7/2023), dikutip dari CNA.

Barton mengatakan, kelompok itu berusaha menekan rezim Taliban di Kabul dengan menjangkau dan mempermalukannya di seberang perbatasan.

“Sayangnya, terorisme adalah metode untuk memanfaatkan pengaruh dan mendapatkan perhatian,” katanya.

“Fakta bahwa serangan itu dilakukan tepat di seberang perbatasan tidak berarti bahwa itu bukan bagian dari kontestasi di Afghanistan, tetapi tentu saja ada keyakinan ideologis yang mendalam,” kata Barton, seraya menambahkan bahwa ISKP menentang pendekatan yang diambil oleh Taliban dan pihak seperti JUI-F.

Khuram Iqbal, dari departemen studi keamanan dan kriminologi Universitas Macquarie, mengatakan kemungkinan paling masuk akal bahwa ISKP bertanggung jawab atas serangan itu adalah karena pihak yang ditargetkan mempunyai hubungan baik dengan Taliban.

“Saya tidak akan terkejut jika ISKP mengeluarkan pernyataan yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini,” katanya.

Baca Juga: Bom Meledak di Rapat Parpol Pakistan, 44 Orang Tewas

2. Peningkatan serangan dinilai dapat menguntungkan militer di Pakistan

Barton juga berbicara soal Tehreek-e-Taliban (TTP), kelompok Taliban yang berbasis di Afghanistan, yang menargetkan Pakistan.

Menurutnya, meski pemerintah di Kabul telah berjanji untuk menindak TTP, namun hal itu masih belum terealisasikan karena banyak motif campuran dan ikatan keluarga dekat di antara kelompok-kelompok tersebut.

“Pakistan, menurut saya, memiliki angan-angan ketika berpikir bahwa kebangkitan Taliban di Kabul akan menjadi kabar baik bagi mereka. Faktanya, baik TTP maupun ISIS adalah masalah, tidak hanya untuk Afghanistan, tetapi juga untuk Pakistan," katanya.

Dia mengatakan Pakistan telah menikmati jeda dari serangan teror beberapa tahun yang lalu. Menurutnya, peningkatan serangan selama setahun terakhir ini akan menguntungkan pihak militer.

“Pakistan telah menderita puluhan ribu korban, baik personel berseragam maupun warga sipil, akibat serangan teroris selama 20 tahun terakhir. Ini sepertinya kembali ke pola itu,” kata Barton.

“Ini mungkin membuat militer merasa bahwa mereka lebih dibenarkan dalam mengendalikan kekuatan militer dan mungkin dapat mendorong pemilu," tambah dia.

Khuram mengatakan bahwa Pakistan telah mengadakan pemilihan umum di tengah segala macam serangan teror dalam dua dekade terakhir, seperti pada 2008, 2013 dan 2018. Adapun pemilihan umum berikutnya akan diadakan pada Oktober 2023.

“Partai politik di Pakistan menunjukkan ketahanan maksimal terhadap para pelaku kekerasan ini. Mereka melanjutkan kampanye mereka dan kami telah melihat penyelenggaraan pemilu yang sukses di tengah semua aktivitas teroris ini,” katanya.

3. Serangan meningkat sejak Taliban ambil alih Afghanistan

Khuram mengatakan, sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan pada 2021, teror marak terjadi di wilayah perbatasan Afghanistan-Pakistan. 

Taliban sendiri belum mendapat legitimasi atas rezimnya. Mereka juga belum memenuhi komitmen Afghanistan yang dibuat dalam Perjanjian Doha 2020 dengan Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan perjanjian tersebut, penarikan pasukan AS tergantung pada jaminan keamanan Taliban, bahwa wilayah Afghanistan tidak akan digunakan sebagai basis teroris.

“Saat ini, ada lebih dari 26 organisasi teroris agenda regional dan internasional, yang kini beroperasi dari Afghanistan,” katanya, seraya menambahkan bahwa mereka juga melancarkan serangan di negara-negara Asia Tengah.

Menurut Barton, rezim Taliban perlu diberikan lebih banyak tekanan untuk menangani ancaman teror, meski dirinya belum tahu persis bagaimana cara yang tepat untuk melakukannya.

“Mereka tampaknya cukup tahan terhadap tekanan. Mereka punya sumber pendapatan sendiri di dalam negeri. Mereka tidak membutuhkan bantuan asing,” katanya.

Dia menambahkan bahwa situasi di Afghanistan perlu ditanggapi dengan lebih serius.

“Saya pikir pada akhirnya ini akan menjadi masalah bagi Asia Tenggara, karena orang-orang bepergian dan dilatih serta diradikalisasi di Afghanistan, seperti yang kita lihat beberapa dekade lalu,” tambah Barton.

Baca Juga: Film Barbie Tunda Tayang di Pakistan karena Konten yang Tidak Pantas

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya