Terbaru, Taliban Larang Partai Politik Beroperasi di Afghanistan

Taliban anggap partai politik tidak penting bagi rakyat

Jakarta, IDN Times - Kementerian Kehakiman Taliban mengumukan pemerintah melarang semua partai politik di Afghanistan pada Rabu (16/8/2023). Larangan itu lantaran partai politik dianggap tidak penting bagi kepentingan rakyat.

“Tidak ada dasar syariah bagi partai politik untuk beroperasi di negara ini. Mereka tidak melayani kepentingan nasional, dan negara juga tidak menghargai mereka,” kata menteri kehakiman Taliban Abdul Hakim Sharaee dalam konferensi pers di ibu kota Afghanistan, Kabul, dikutip dari VOA News.

Langkah itu diambil sehari setelah pemimpin de facto Afghanistan memperingati dua tahun kembalinya Kabul dalam kekuasaan mereka. 

Baca Juga: Taliban Akui 16 Warga Negara Asing Dipenjara di Afghanistan

1. Afghanistan sebelumnya punya lebih dari 70 parpol

Sebelum pemerintahan jatuh ke tangan Taliban, sekitar 73 partai politik terdaftar secara resmi di Kementerian Kehakiman. Partai-partai itu juga terlibat aktif dalam setidaknya tiga pemilihan presiden yang diadakan di negara tersebut sejak tahun 2001, dikutip dari Khaama.

Namun sejak Taliban berkuasa lagi pada Agustus 2021, kelompok itu kerap mengekang kebebasan berserikat, berkumpul dan berekspresi untuk menekan kritik dari pihak luar. Hal ini mirip dengan pemerintahan Taliban sebelumnya pada 1996 hingga 2001, di mana mereka melarang partai politik dan menghindari kompromi dengan kelompok lainnya.

Adapun para pemimpin partai politik dan politisi terkemuka Afghanistan telah melarikan diri dari negara itu karena takut akan pembalasan atas hubungan mereka dengan mantan pemerintah yang didukung AS. Banyak dari mereka yang mengasingkan diri berusaha menentang Taliban di Kabul.

Para politisi menyerukan perlawanan bersenjata untuk mengusir kelompok tersebut, tetapi belum menerima dukungan internasional untuk kampanye mereka.

Baca Juga: Taliban Larang Salon Kecantikan di Afghanistan

2. PBB kecam Taliban atas kondisi HAM yang makin memburuk di Afghanistan

Taliban juga memberlakukan interpretasi ketat terhadap hukum Islam. Salah satunya dengan melarang anak perempuan bersekolah di atas kelas enam dan membatasi sebagian besar perempuan Afghanistan lainnya untuk bekerja dan beraktivitas di ranah publik.

Media Afghanistan pun turut mendapat serangan dari penguasa baru. Hal itu memaksa sejumlah perusahaan berita ditutup dan ratusan jurnalis meninggalkan negara itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemantau global lainnya secara konsisten mengecam kondisi hak asasi manusia yang terus memburuk di Afghanistan. PBB juga menuntut agar otoritas mencabut pembatasan mereka terhadap perempuan dan kebebasan sipil.

Selain itu, pembatasan besar-besaran oleh  Taliban juga mendorong negara-negara asing untuk menolak mengakui Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan.

3. Adanya parpol dikhawatirkan akan memicu perpecahan di di Afghanistan

Torek Farhadi, seorang komentator politik Afghanistan, mengatakan Taliban mulai mengikuti langkah negara-negara Teluk lainnya yang tidak melibatkan partai politik. “Yang dibutuhkan adalah partisipasi perempuan dan masyarakat dari berbagai kalangan untuk ikut berdialog tentang masa depan negara,” kata Farhadi.

"Meskipun kedengarannya tidak benar secara politis, partai politik dapat menciptakan perpecahan yang tidak perlu di Afghanistan hari ini, dan itu adalah hal terakhir yang dibutuhkan negara."

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya