Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hizbullah Kehilangan Rute Penyelundupan Senjata di Suriah

ilustrasi peta Suriah (pixabay.com/ErikaWittlieb)
Intinya sih...
  • Hizbullah kehilangan jalur pasokan militer melalui Suriah karena serangan pemberontak anti-Assad.
  • Pemerintahan Assad digantikan oleh Hayat Tahrir al-Sham setelah berkuasa selama lebih dari 50 tahun.
  • Menteri luar negeri sepakat mendukung proses transisi damai di Suriah, sambil AS melakukan kontak dengan HTS.

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, pada Sabtu (14/12/2024), mengatakan bahwa mereka telah kehilangan jalur pasokannya melalui Suriah usai pemberontak melancarkan serangan kilat yang melengserkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

Dilansir dari Reuters, Hizbullah sebelumnya mendatangkan senjata dan peralatan militer lainnya dari Iran ke Lebanon melalui Irak dan Suriah. Namun, jalur ini terputus setelah pejuang anti-Assad merebut perbatasan dengan Irak pada 6 Desember dan menguasai ibu kota, Damaskus, dua hari kemudian. 

"Ya, Hizbullah telah kehilangan jalur pasokan militer melalui Suriah pada tahap ini, tetapi kehilangan ini hanyalah sebuah detail dalam kerja perlawanan. Rezim baru bisa muncul dan jalur ini dapat kembali normal, dan kami bisa mencari cara lain," kata Qassem dalam pidatonya di yang disiarkan televisi, tanpa menyebutkan nama Assad.

1. Qassem berharap rakyat dan pemerintah Lebanon-Suriah dapat bekerja sama

Hizbullah mulai melakukan intervensi di Suriah pada 2013 untuk membantu Assad melawan pemberontak yang saat itu berusaha menggulingkannya. Pekan lalu, ketika pemberontak mendekati Damaskus, kelompok tersebut mengirimkan petugas pengawas untuk memantau penarikan pasukannya dari wilayah tersebut.

Pemerintahan keluarga Assad, yang telah berkuasa selama lebih dari 50 tahun, kini telah digantikan oleh pemerintahan transisi yang dibentuk oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok yang memimpin serangan pemberontak.

Qassem mengatakan bahwa Hizbullah belum dapat menilai pemerintahan baru Suriah sampai mereka stabil dan mengambil posisi yang jelas. Namun, ia berharap rakyat dan pemerintah Lebanon serta Suriah dapat terus bekerja sama.

“Kami juga berharap partai baru yang berkuasa ini akan menganggap Israel sebagai musuh dan tidak menormalisasi hubungan dengannya. Ini adalah berita utama yang akan mempengaruhi sifat hubungan antara kami dan Suriah,” tambahnya.

2. 8 negara Arab berjanji untuk mendukung proses transisi damai di Suriah

Dalam sebuah pernyataan bersama pada Sabtu, Menteri luar negeri dari Yordania, Arab Saudi, Irak, Lebanon, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Qatar sepakat untuk mendukung proses transisi damai di Suriah.

Para diplomat tersebut mengatakan bahwa semua kekuatan politik dan sosial harus terwakilkan dalam pemerintahan Suriah yang baru. Mereka juga memperingatkan soal diskriminasi etnis, sektarian, atau agama serta menyerukan keadilan dan kesetaraan bagi semua warga negara.

"Proses politik di Suriah harus didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Liga Arab, sesuai dengan prinsip-prinsip Resolusi Dewan Keamanan 2254," demikian bunyi pernyataan tersebut, merujuk sebuah resolusi pada 2015 yang menetapkan peta jalan untuk penyelesaian yang dinegosiasikan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, juga mengonfirmasi bahwa pemerintahan Joe Biden telah melakukan kontak dengan HTS. Perkembangan ini cukup mengejutkan, mengingat Washington telah menetapkan HTS sebagai organisasi teroris sejak 2018 dan biasanya menghindari negosiasi dengan kelompok semacam itu.

3. Pemimpin de facto Suriah mengaku ogah terlibat konflik baru dengan Israel

Sementara itu, pemimpin de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa, pada Sabtu, mengecam perebutan wilayah dan serangan yang dilakukan Israel di Suriah, namun mengatakan bahwa negaranya sudah terlalu lelah untuk menghadapi konflik baru.

Sejak pemberontak menggulingkan Assad dari kekuasaannya pekan lalu, Israel memasuki zona demiliterisasi di dalam Suriah yang dibentuk setelah perang Arab-Israel 1973. Mereka juga melancarkan ratusan serangan terhadap gudang senjata strategis milik Suriah.

Beberapa negara Arab, termasuk Arab Saudi, UEA, dan Yordania, mengutuk apa yang mereka sebut sebagai perebutan zona penyangga oleh Israel di Dataran Tinggi Golan. Namun, Israel mengatakan bahwa mereka tidak berniat untuk tetap berada di sana dan menyebut serangan ke wilayah Suriah sebagai tindakan terbatas dan sementara untuk memastikan keamanan perbatasan.

"Argumen Israel telah menjadi lemah dan tidak lagi membenarkan pelanggaran-pelanggaran terbaru mereka. Israel dengan jelas telah melewati batas keterlibatan di Suriah, yang menimbulkan ancaman eskalasi yang tidak perlu di kawasan," kata Sharaa dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan di media Suriah.

"Kondisi Suriah yang lelah setelah bertahun-tahun konflik dan peperangan tidak memungkinkan untuk konfrontasi baru. Prioritas pada tahap ini adalah rekonstruksi dan stabilitas, bukan terlibat dalam perselisihan yang dapat mengarah pada kehancuran lebih lanjut," jelasnya, seraya menambahkan bahwa solusi diplomatik adalah satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan stabilitas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us