Hong Kong Batalkan Paspor 7 Aktivis Domisili di Luar Negeri

- Pemerintah Hong Kong membatalkan paspor tujuh aktivis luar negeri berdasarkan UU keamanan nasional baru.
- Penanganan dana yang terkait dengan individu tersebut juga dilarang, dan pihak berwenang menggunakan UU untuk melarang siapa pun mendanai mereka.
- Kementerian Luar Negeri China mendukung tindakan Hong Kong sesuai hukum, sementara Human Rights Watch menyebut hadiah itu sebagai tindakan intimidasi pengecut.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Hong Kong membatalkan paspor untuk tujuh aktivis yang berbasis di luar negeri berdasarkan undang-undang (UU) keamanan nasional yang baru. Pihaknya juga melarang penanganan dana yang terkait dengan individu-individu tersebut.
"Jika pelaku kejahatan secara sukarela menghentikan kegiatan kriminalnya dan memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan orang lain, pelanggaran yang mereka lakukan mungkin akan ditangani dengan lebih ringan," kata wakil komisaris polisi, Kan Kai-yan, dalam sebuah pengarahan pada Selasa (24/12/2024), dikutip dari The Straits Times.
Langkah-langkah terbaru ini merupakan bagian dari tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap pebedaan pendapat. Ini juga dilaksanakan berdasarkan kewenangan baru yang diberikan oleh UU keamanan nasional lokal Hong Kong yang diberlakukan pada awal tahun ini.
Dikenal sebagai Pasal 23, UU tersebut memberikan wewenang kepada otoritas untuk membatalkan paspor individu yang dicari dan tinggal di luar negeri.
1. Siapa saja ketujuh orang tersebut?
Ketujuh orang tersebut tercantum dalam pemberitahuan pemerintah Hong Kong pada Selasa sebagai buronan atas tindak pidana yang membahayakan keamanan nasional. Mereka adalah mantan anggota parlemen Ted Hui dan Dennis Kwok, serta aktivis Kevin Yam, Kwok Fung-yee, Elmer Yuan, Hui Wing-ting, dan Joey Siu.
Pihak berwenang juga menggunakan UU baru tersebut untuk melarang siapa pun mendanai, menyewakan, membeli atau menjual properti kepada atau memiliki usaha patungan dengan ketujuh orang tersebut. Sejauh ini, belum ada seorang pun yang ditangkap karena mendanai individu tersebut.
Menurut pemberitahuan itu, pemerintah menangguhkan kualifikasi praktik hukum Kwok dan Yam. Kwok adalah mitra di firma hukum Elliott Kwok Levine Jaroslaw Neils LLP yang berbasis di New York. Sementara, Yam adalah mahasiswa PhD di Sekolah Hukum Melbourne setelah kembali ke Australia pada 2022.
Yuan yang merupakan pengusaha, telah diperintahkan untuk diberhentikan sementara sebagai direktur tujuh perusahaan.
2. Polisi Hong Kong umumkan hadiah untuk aktivis yang ditangkap di luar negeri
Pada 24 Desember, pemerintah juga menambahkan enam orang lagi ke dalam daftar pencarian orang dan menawarkan hadiah 1 juta dolar Hong Kong (sekitar Rp2 milyar) untuk masing-masing orang. Lima dari enam orang yang menjadi sasaran, dituduh menghasut pemisahan diri dan kolusi dengan negara asing atau kekuatan eksternal.
Orang-orang tersebut termasuk akademisi dan pengamat opini publik Chung Kim-wah, dan mantan penyanyi dan aktor Joseph Tay, yang mengelola sebuah stasiun radio di Kanada dan berniat untuk mencalonkan diri dalam pemilihan lokal mendatang.
Ini adalah ketiga kalinya pihak berwenang menawarkan hadiah untuk bantuan menangkap mereka yang diduga melanggar UU keamanan nasional kota tersebut. Dua putaran hadiah sebelumnya pada Juli dan Desember tahun lalu disambut dengan kritik keras dari negara-negara Barat, yang dikecam oleh Hong Kong dan China sebagai campur tangan dari negara-negara asing.
Hadiah tersebut sebagian besar dianggap simbolis. Sebab, mempengaruhi orang-orang yang tinggal di luar negeri di negara-negara yang tidak mungkin mengekstradisi aktivis politik ke Hong Kong atau China.
3. China menyambut baik pengumuman Hong Kong tersebut

Kementerian Luar Negeri China mengatakan pada Selasa bahwa pihaknya mendukung Hong Kong melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum.
"Hong Kong adalah masyarakat yang diatur oleh aturan hukum dan tidak ada seorang pun yang memiliki hak istimewa ekstrayudisial," kata Mao Ning, juru bicara kementerian tersebut, dikutip dari France24.
Di sisi lain, Human Rights Watch menyebut hadiah itu sebagai tindakan intimidasi pengecut. Pihaknya juga menyerukan agar pemerintah Inggris dan Kanada untuk segera bertindak, guna melawan upaya pemerintah Hong Kong yang mengancam warganya yang tinggal di negara mereka.
Perbedaan pendapat politik di Hong Kong telah ditumpas sejak Beijing memberlakukan UU keamanan nasional yang luas pada 2020. Ini setelah protes pro-demokrasi yang besar dan terkadang disertai kekerasan pada tahun sebelumnya. Imbasnya, banyak tokoh oposisi melarikan diri ke luar negeri, sementara yang lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara bertahun-tahun.