Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi suara aktivis (pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Parlemen Hong Kong adakan referendum daring lintas negara.

  • Hukum keamanan nasional diberlakukan usai gelombang protes tahun 2019.

  • Negara Barat kecam Hong Kong atas tindakan terhadap aktivis diaspora.

Jakarta, IDN Times – Polisi Hong Kong pada Jumat (25/7/2025) mengumumkan pemberian hadiah bagi siapa pun yang membantu penangkapan 19 aktivis pro-demokrasi yang tinggal di luar negeri. Mereka dituduh sebagai anggota organisasi subversif bernama Parlemen Hong Kong, yang dinilai melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional milik China.

Kelompok ini disebut ingin membentuk konstitusi baru dan memisahkan Hong Kong dari kekuasaan China. Dilansir dari DW, hadiah yang ditawarkan berkisar antara 200 ribu hingga 1 juta dolar Hong Kong (setara Rp400 juta hingga Rp2 miliar), khususnya untuk empat tokoh utama yaitu Elmer Yuen, Victor Ho, Johnny Fok, dan Tony Choi.

Polisi menyatakan bahwa penyelidikan terhadap para aktivis masih berlangsung, sehingga hadiah tambahan bisa saja diumumkan. Mereka juga meminta para aktivis untuk kembali dan menyerahkan diri, ketimbang terus membuat lebih banyak kesalahan.

1. Kelompok Parlemen Hong Kong adakan referendum daring lintas negara

Parlemen Hong Kong yang beroperasi dari Kanada menggelar referendum daring menggunakan Facebook sebagai upaya membentuk parlemen alternatif. Dalam pernyataan tertanggal 30 Juni 2025, mereka menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan menolak kediktatoran satu partai dan mendorong pemerintahan rakyat Hong Kong atas Hong Kong. Referendum tersebut menarik partisipasi 15.700 orang melalui aplikasi dan sistem digital lainnya.

Meski aktif secara daring, kelompok ini tidak memiliki pengaruh formal dan terdiri dari individu di berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Australia, Taiwan, dan Thailand. Polisi Hong Kong memperingatkan bahwa memberi bantuan, dukungan, atau dana kepada Parlemen Hong Kong bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum. Beberapa aktivis dituding mencalonkan diri dalam struktur parlemen itu demi memuluskan agenda separatis.

Dua aktivis yang ditetapkan dengan hadiah tertinggi adalah Choi Ming-da dan Fok Ka-chi, yang dikenal mengelola kanal media sosial bernama Tuesdayroad. Selain itu, polisi juga menyebut nama Nathan Law dan Yuan Gong-Yi sebagai bagian dari daftar buronan. Ini merupakan keempat kalinya Hong Kong mengeluarkan imbalan serupa, yang sebelumnya sudah menuai kecaman dari negara-negara Barat.

2. Hukum keamanan nasional diberlakukan usai gelombang protes tahun 2019

ilustrasi bendera Hong Kong (unsplash.com/engin akyurt)

Hong Kong sebelumnya merupakan koloni Inggris yang diserahkan kembali ke China pada 1997 dengan janji otonomi luas di bawah prinsip “satu negara, dua sistem.” Namun sejak tahun 2020, pemerintah menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional yang oleh para pengkritik disebut sebagai alat untuk membungkam perbedaan pendapat. Otoritas China dan Hong Kong berdalih hukum ini penting untuk memulihkan stabilitas pascademonstrasi besar tahun 2019.

Setelah undang-undang diberlakukan, ratusan aktivis pro-demokrasi dijerat proses hukum lewat pengadilan khusus. Pada November lalu, puluhan pemimpin gerakan ditangkap dengan tuduhan subversi terhadap negara. Hingga 1 Juli 2025, sebanyak 333 orang sudah ditahan di bawah hukum tersebut, termasuk seorang remaja 18 tahun karena menulis pesan di dinding toilet.

Dilansir dari BBC, sebagai respons terhadap situasi itu, Inggris membuka jalur visa khusus Hong Kong British National (BNO) sejak 2021. Program ini memungkinkan sekitar 150 ribu warga Hong Kong pindah ke Inggris. Meski paspor BNO tidak secara otomatis memberikan kewarganegaraan, pemegangnya dapat mengajukan status menetap dan selanjutnya kewarganegaraan penuh setelah tinggal selama enam tahun.

3. Negara Barat kecam Hong Kong atas tindakan terhadap aktivis diaspora

Feng Chongyi, profesor studi Tiongkok dari University of Technology Sydney, termasuk dalam daftar aktivis yang diberi hadiah penangkapan. Ia menyebut langkah itu sebagai tindakan yang tidak masuk akal.

“Mereka punya kekuatan, mereka punya pengaruh di luar negeri, mereka ingin mengontrol segalanya bahkan di luar negeri,” kata Feng kepada Sydney Morning Herald.

Pemerintah Inggris mengecam tindakan Hong Kong lewat pernyataan gabungan Menteri Luar Negeri David Lammy dan Menteri Dalam Negeri Yvette Cooper. Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai contoh lain dari represi transnasional dan memperingatkan bahwa langkah itu mencoreng citra global kota tersebut.

“Inggris tidak akan mentolerir upaya pemerintah asing untuk memaksa, mengintimidasi, melecehkan, atau menyakiti kritikus mereka di luar negeri,” kata mereka dikutip dari The Guardian.

Menanggapi pernyataan itu, Kedutaan Besar China di Inggris menyebut kecaman tersebut sebagai bentuk campur tangan besar. Mereka meminta Inggris berhenti melindungi para aktivis dan menanggalkan mentalitas kolonialnya. Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, juga menolak langkah Hong Kong dan menyampaikan lewat platform X bahwa kebebasan berekspresi serta berkumpul adalah bagian penting dari demokrasi Australia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team