8 Orang Tewas di Sudan saat Protes Menentang Kekuasaan Militer

Selama protes akses internet dan telepon diputus

Jakarta, IDN Times - Orang-orang di Sudan, termasuk di ibu kota Khartoum melakukan aksi demontrasi pada Kamis (30/6/2022). Mereka menuntut diakhirinya kekuasaan militer yang melakukan kudeta pada Oktober tahun lalu.

Dalam demonstrasi ini ada delapan orang tewas ditembak mati pasukan keamanan, menurut laporan dari Komite Dokter Sudan, sebuah organisasi pro-demokrasi.

Baca Juga: Konflik Memanas, Sudan Tuduh Ethiopia Bunuh Tentara dan Warga Sipilnya

1. Pihak keamanan memakai gas air mata dan meriam air untuk menghalangi demonstran

Melansir Reuters, delapan orang yang tewas selama unjuk rasa ini, enam berasal dari Omdurman, satu dari Khartoum, dan satu dari Bahri merupakan anak-anak. Kelompok medis Sudan menyampaikan bahwa pada Rabu pasukan keamanan menembak mati seorang anak di Bahri selama protes yang telah berlangsung setiap hari.

Dalam unjuk rasa di ibu kota pada sore, hari pihak keamanan dilaporkan menembakkan gas air mata dan meriam air. Itu sebagai cara untuk mencegah semakin banyaknya demonstran yang berkumpul menuju istana presiden.

Untuk mencegah demonstran di Omdurman menuju Khartoum pihak keamanan menembakkan gas air mata dan senjata. Beberapa pengunjuk rasa berhasil lolos dari halangan pihak berwenang.

Untuk memprotes tindakan yang menyebabkan demonstran meninggal, para pengunjuk rasa di di Bahri pada malam hari memulai aksi duduk. Protes ini menuntut militer yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan untuk keluar dari pemerintahan.

Demonstrasi juga merupakan peringatan protes pada 2019, ketika militer menggulingkan kekuasaan Omar Al-Bashir, yang menyebabkan pengaturan pembagian kekuasaan antara kelompok sipil dan militer. Aksi demonstrasi pada 30 Juni ini juga menandai peringatan kudeta Al-Bashir pada 1989.

Baca Juga: Ethiopia Resmikan Bendungan Sungai Nil, Mesir dan Sudan Terancam

2. Telekomunikasi diputus

8 Orang Tewas di Sudan saat Protes Menentang Kekuasaan MiliterOrang-orang di Darfur Timur, Sudan pada 30 Juni 2022 melakukan protes menentang kekuasaan militer. (Twitter.com/Mohamed Mustafa - امع)

Pada protes kali ini, pemerintah mengmbil langkah mematikan internet dan layanan telepon, yang merupakan pertama kalinya setelah beberapa bulan protes terus terjadi di Sudan. Setelah militer menguasai pemerintahan pemutusan internet yang diperpanjang diberlakukan sebagai upaya untuk melemahkan gerakan protes.

Menurut pekerja di perusahaan telekomunikasi sektor swasta bahwa pihak berwenang telah memerintahkan untuk menutup akses internet pada 30 Juni.

Kelompok advokasi internet yang berbasis di London, NetBlocks, juga memberitahu akses internet dan telepon di Sudan sedang dibatasi. Operator yang terkena dampak, termasuk operator Sudantel, yang dilaporkan konektivitas nasional hanya 17 persen dari tingkat biasanya.

“NetBlocks menyarankan untuk menentang penggunaan gangguan jaringan dan pembatasan media sosial untuk melawan protes, mengingat dampaknya yang tidak proporsional terhadap hak-hak dasar termasuk kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul,” kata NetBlocks dalam keterangannya, yang dikutip dari Associated Press.

Baca Juga: Ngeri! Pasien Rumah Sakit Sudan Tewas Tertembak Peluru Nyasar

3. Jumlah pengunjuk rasa yang tewas sejak kudeta sebanyak 111 orang

8 Orang Tewas di Sudan saat Protes Menentang Kekuasaan MiliterOrang-orang di Darfur Timur, Sudan pada 30 Juni 2022 melakukan protes menentang kekuasaan militer. (Twitter.com/Mohamed Mustafa - امع)

Kudeta pada Oktober tahun lalu telah memicu warga Sudan turun ke jalanan hampir setiap minggu untuk melakukan aksi demonstrasi. Komite Dokter Sudah menyampaikan dalam meredam protes telah dilakukan tindakan kekerasan, yang telah menyebabkan 111 orang tewas, termasuk delapan pada 30 Juni. Dari total yang tewas, 18 di antaranya  adalah anak-anak.

Tindakan menentang kepemimpinan militer juga membuat ratusan orang, termasuk politisi dan aktivis ditahan, meskipun banyak yang telah dibebaskan baru-baru ini sebagai bagian dari langkah membangun kepercayaan.

Merespons kejadian Kamis, Volker Perthes, utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan meminta kekerasan untuk segera diakhiri.

Namun, seruan untuk mengakhiri kekerasan yang dilontarkan pejabat PBB telah berulang kali dikritik oleh pemerintah Sudan. Mereka menganggap hal itu hanya asumsi dan bertentangan dengan peran PBB sebagai pihak penengah krisis politik di Sudan, dikutip dari France 24.

Untuk mengakhiri kisruh di Sudan telah dilakukan upaya mediasi oleh PBB dan Uni Afrika. Kelompok prodemokrasi akhirnya setuju untuk melakukan pembicaraan dalam pertemuan yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. S

ebelumnya, kelompok itu terus menolak untuk berunding karena adanya militer. Meski demikian, belum ada terobosan yang terwujud dari pertemuan itu.

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya