Lagi, Korea Selatan Catatkan Tingkat Kesuburan Terendah di Dunia

Jumlah bayi yang lahir tahun lalu menurun 4,3 persen

Jakarta, IDN Times - Korea Selatan pada tahun lalu kembali mengalami penurunan tingkat kesuburan. Data yang dirilis pemerintah pada hari Rabu (24/8/2022) menunjukkan bahwa tingkat kesuburan rata-rata perempuan sepanjang hidupnya sebesar 0,81, turun 0,03 dari tahun sebelumnya.

Penurunan itu merupakan yang keenam secara berturut-turut dan dilaporkan sebagai tingkat kesuburan terendah di dunia, yang juga telah ditorehkan sebelumnya oleh negara itu.

Baca Juga: Pertama di Sejarah Korsel, Angka Kelahiran di Bawah Kematian

1. Jumlah bayi yang lahir terus menurun

Lagi, Korea Selatan Catatkan Tingkat Kesuburan Terendah di DuniaIlustrasi bayi. (Unsplash.com/Luma Pimentel)

Melansir ANI, data statistik yang dirilis pemerintah menunjukkan bahwa pada tahun lalu jumlah bayi yang lahir adalah sebanyak 266.600. Jumlah itu berkurang sebanyak 11.800 atau 4,3 persen dibandingkan pada 2020.

Ketika pencatatan kelahiran dilakukan pertama kalinya pada 1970, jumlah bayi yang baru lahir pada tahun itu adalah sekitar 1 juta. Namun, jumlah kelahiran setiap tahunnya terus mengalami penurunan, pada 2001 turun menjadi sekitar 500 ribu, setahun setelahnya sekitar 400 ribu, turun menjadi sekitar 300 ribu pada 2017, dan menjadi sekitar 200 ribu pada 2020.

Tingkat kelahiran secara kasar di Korea Selatan pada tahun lalu, yaitu 5,1 kelahiran per 1.000 penduduk.

Korea Selatan adalah satu-satunya negara yang memiliki tingkat kesuburan total kurang dari satu di antara 38 negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Baca Juga: Jepang Catat Angka Kelahiran Terendah 2 Dekade Terakhir

2. Bayi yang lahir dalam keluarga dengan dua anak atau lebih terus berkurang

Lagi, Korea Selatan Catatkan Tingkat Kesuburan Terendah di DuniaIlustrasi bayi. (Unsplash.com/🇸🇮 Janko Ferlič)

Meski secara keseluruhan tingkat kesuburan perempuan terus mengalami penurunan, tapi untuk perempuan dalam rentang usia di atas 35 tahun mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, dan tingkat kesuburan di awal 40-an adalah yang tertinggi sejak data dikumpulkan.

Terkait data terbaru yang dirilis pemerintah ini seorang pejabat statistik telah memberikan keterangan.

"Usia perempuan saat melahirkan pertama telah meningkat seiring dengan pernikahan dan kelahiran, dan tingkat kesuburan secara keseluruhan terus menurun karena tingkat kelahiran di akhir 20-an atau awal 30-an telah menurun."

Data statistik yang dirilis hari Rabu, juga menunjukkan penurunan jumlah keluarga dengan banyak anak. Pada tahun lalu, jumlah anak yang lahir dalam keluarga dengan dua anak atau lebih adalah 21 ribu, turun 5,9 persen dibangdingkan tahun sebelumnya. Penurunan itu membuat kelahiran bayi dalam keluarga dengan dua anak atau lebih telah mencapai tingkat terendah, yaitu 8,2 persen.

Rasio jenis kelamin bayi laki-laki dari 100 bayi perempuan yang baru lahir mencapai 105,1 pada tahun lalu, naik 0,3 dibandingkan tahun sebelumnya.

3. Ekonomi dan karier menjadi faktor utama orang Korea Selatan enggan memiliki anak

Melansir BBC, Korea Selatan pada tahun 2020 memiliki kekhawatiran yang meluas terhadap populasinya setelah untuk pertama kalinya mencatat lebih banyak kematian daripada kelahiran.

Menurut para ahli alasan orang Korea Selatan semakin tidak ingin memiliiki anak dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh tekanan ekonomi dan faktor karier.

Biaya hidup pada tahun lalu semakin tinggi, lonjakan harga rumah, dan dampak virus corona membuat warga Korea Selatan semakin enggan memiliki anak.

Politisi telah menyadari selama bertahun-tahun bahwa krisis tingkat kelahiran akan terjadi, tapi tidak dapat berbuat banyak. Membesarkan anak di Korea Selatan tergolong mahal. Untuk mengatasi hal tersebut mereka telah mengeluarkan banyak uang, yang dinilai menjadi faktor utama.

Selain itu faktor karier telah mendorong perempuan di Korea Selatan untuk tidak memiliki anak. Negara ini memiliki kesenjangan upah gender tertinggi di antara negara kaya. Perempuan di Korea Selatan umumnya akan berhenti bekerja setelah memiliki anak atau memiliki karier yang mandek. Hal itu karena sebagian besar pekerjaan rumah tangga, termasuk mengasuh anak masih dilakukan perempuan.

Karena tekanan terhadap perempuan Korea Selatan dalam memilih berkarier atau berkeluarga membuat mereka semakin tidak ingin mengorbankan karier.

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya