Prancis Selesaikan Penarikan Pasukan dari Niger
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Prancis menyelesaikan penarikan pasukannya dari Niger pada Jumat (22/12/2023). Berakhirnya misi militer itu mengakhiri lebih dari satu dekade operasi militer Prancis di wilayah Sahel untuk memerangi pemberontak.
Junta Niger yang dipimpin oleh Abdourahmane Tchiani menggulingkan Presiden Niger Mohamed Bazoum, yang terpilih secara demokratis pada 26 Juli. Setelah kudeta, junta meminta Prancis untuk menarik 1.500 tentaranya dari Niger.
Penarikan pasukan itu merupakan ketiga kalinya dalam waktu kurang dari 18 bulan Prancis mengakhiri misi militer dari sebuah negara di Sahel. Prancis sebelumnya telah menarik tentaranya dari Mali dan Burkina Faso menyusul kudeta oleh militer di negara-negara tersebut.
1. Prancis akan tetap melindungi kepentingannya
Meski menarik pasukannya dari Niger, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bakal terus terlibat dalam Sahel, yang telah menjadi titik panas bagi ekstremisme.
“Saya memutuskan beberapa konfigurasi ulang yang penting. Kami akan terus melindungi kepentingan kami di sana, tapi tentara kami tidak akan hadir secara permanen, akan kurang stabil dan juga kurang terekspos,” kata Macron.
Junta Niger menggambarkan berakhirnya kerja sama militer tersebut sebagai awal dari era baru, dilansir Associated Press.
Untuk menjaga keamanannya, Niger telah bekerja sama dengan tentara bayaran Wagner Group dari Rusia, yang sudah aktif di beberapa negara Afrika. Selain itu, junta telah membentuk aliansi keamanan dengan pemerintah militer di Mali dan Burkina Faso untuk mengoordinasikan operasi kontraterorisme di Sahel.
Baca Juga: Presiden Prancis Sentil Israel yang Ingin Meratakan Gaza
2. Penarikan pasukan dianggap membuat keamanan memburuk
Editor’s picks
Direktur Signal Risk, Ryan Cummings, berpendapat penarikan akan membuat upaya kontraterorisme di Nigel di kawasan semakin buruk. Hal itu terjadi karena Niger dipandang sebagai mitra Barat terakhir dalam perjuangan selama satu dekade melawan kelompok jihad di Sahel.
Cummings mengatakan, sebagian besar dampak langsung dari kepergian pasukan Prancis akan terasa di wilayah Tillaberi di Niger.
“Organisasi ekstremis kekerasan dapat memanfaatkan kekosongan yang tercipta untuk mengeksploitasi dan memperluas operasi mereka di Sahel,” katanya.
Oluwole Ojewale dari Institute for Security Studies yang berbasis di Dakar, mengatakan penarikan militer asing telah mempengaruhi keamanan di Niger, di mana jumlah serangan telah meningkat.
“Negara ini belum menunjukkan kemampuan militer yang memadai untuk mengisi kekosongan yang tercipta akibat penarikan tersebut. Serangan strategis dilancarkan oleh berbagai kelompok bersenjata yang kini berkeliaran dengan bebas di ruang-ruang tak terkendali di negara ini dan insiden terus meningkat,” kata Ojewale.
3. Pasukan AS dan Jerman masih berada di Niger
Pada Oktober, pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan negaranya menempatkan sekitar 1.000 personel militer di Niger, tetapi tidak aktif melatih atau membantu pasukan Niger. AS siap untuk melanjutkan kerja sama dengan Niger dengan syarat pemerintah militer berkomitmen melakukan transisi ke pemerintahan sipil.
Namun, penguasa Niger telah menyampaikan menginginkan waktu hingga tiga tahun untuk transisi kembali ke pemerintahan sipil, dilansir Voa News.
Para pemimpin militer di Niger awal bulan ini mengatakan, mereka mengakhiri dua misi keamanan dan pertahanan Uni Eropa.
Awal pekan ini, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengunjungi Niger untuk membahas nasib sekitar 120 tentara Jerman yang ditempatkan di negara tersebut.
Baca Juga: Prancis Kecam Pengeboman Israel yang Tewaskan Diplomatnya di Gaza
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.