Selandia Baru Gelar Sidang Kasus Kematian 22 Turis saat Letusan Gunung

Mereka yang bersalah dapat dijatuhi denda

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Distrik Auckland, Selandia Baru memulai persidangan kasus kematian turis dalam letusan gunung berapi selama tur wisata pada 2019 pada Selasa (11/7/2023). Kejadian itu terjadi di Pulau Putih, yang juga dikenal dengan nama Whakaari dalam bahasa Maori.

Pada saat letusan gunung berapi itu terjadi ada 47 orang berada di pulau, menyebabkan 22 orang tewas dan 25 orang lainnya terluka. Para korban tewas adalah 17 orang dari Australia, tiga dari Amerika Serikat, dan dua dari Selandia Baru. 

Atas insiden tersebut enam pihak didakwa melanggar peraturan kesehatan dan keselamatan menjelang bencana. Mereka adalah Peter, James, dan Andrew Buttle, tiga saudara sebagai direktur Whakaari Management, pemilik pulau, yang juga menghadapi tuntutan di tingkat perusahaan, dan dua lainnya perusahaan tur, ID Tours New Zealand Limited dan Tauranga Tourism Services Limited. Mereka menyangkal melakukan kesalahan.

Baca Juga: PM Selandia Baru Dukung Negaranya Keluar dari Persemakmuran Inggris

1. Pihak pemilik pulau gagal menilai risiko

Dilansir RTE, letusan gunung berapi itu merenggut 22 nyawa dan meninggalkan puluhan lainnya dengan luka yang mengerikan. Kejadian itu mendorong operasi medis besar-besaran yang membuat para korban dirawat di unit luka bakar di seluruh Selandia Baru dan Australia.

"Letusan gunung berapi ini melibatkan ledakan besar. Itu menghasilkan aliran abu panas yang membakar, laut panas yang mendidih, abu vulkanik beracun dan bebatuan yang diproyeksikan melintasi dasar kawah. Arus piroklastik menelan semua orang yang berada di gunung berapi dengan perkiraan kecepatan sekitar 60 kilometer per jam," kata pengacara penuntut Kristy McDonald.

McDonald mengatakan keluarga pemilik pulau itu menghasilkan sekitar 1 juta dolar Selandia Baru atau sekitar Rp9,3 miliar setahun sebelum insiden itu. Dia menuduh Whakaari Management gagal membuat penilaian risiko yang memadai dan menyediakan alat pelindung diri atau memastikan jalur evakuasi.

"Hasil akhirnya adalah turis dan pekerja pergi ke kawah gunung berapi aktif tanpa diberi tahu dengan benar tentang risikonya," kata McDonald.

Rekaman video yang diputar di pengadilan menunjukkan orang-orang berusaha melarikan diri dari abu vulkanik yang meluas, yang dengan cepat mengenai mereka. Video tersebut juga menunjukkan seorang pemandu melihat letusan yang mengepul dan meneriaki turis untuk bergerak, cepat kembali ke perahu mereka. Beberapa tersandung saat menyelamatkan diri.

Baca Juga: Hostel Terbakar di Selandia Baru, 6 Orang Tewas 

2. Regulator menilai operator tur wajib melindugi wisatawan

Dilansir BBC, letusan tersebut mendorong penyelidikan paling luas dan kompleks yang pernah dilakukan oleh WorkSafe, regulator kesehatan dan keselamatan Selandia Baru. Regulator itu telah dikritik karena gagal memantau aktivitas di pulau itu antara 2014 hingga 2019.

"Ini adalah peristiwa yang tidak terduga, tetapi bukan berarti tidak dapat diprediksi dan ada kewajiban bagi operator untuk melindungi mereka yang berada dalam perawatan mereka," kata kepala eksekutif WorkSafe Phil Parkes saat itu.

Pulau tersebut belum pernah dikunjungi oleh turis sejak tragedi itu terjadi, sebelumnya pulau merupakan wisata populer yang dikunjungi ribuan orang setiap tahun.

Gunung berapi d pulau tersebut telah meletus beberapa kali sejak 2011, dan dinilai pada Tingkat Peringatan Vulkanik 2 saat insiden pada 2019 terjadi, yang menunjukkan kerusuhan vulkanik sedang hingga tinggi.

3. Enam pihak lainnya mengaku bersalah

Selandia Baru Gelar Sidang Kasus Kematian 22 Turis saat Letusan GunungIlustrasi palu pengadilan. (Pexels.com/Sora Shimazaki)

Awalnya dalam kasus ini ada 13 pihak yang didakwa pada Desember 2020 karena mengekspos orang pada risiko bahaya berdasarkan undang-undang kesehatan dan keselamatan. Mereka dituduh gagal menilai dan memitigasi risiko, memberi informasi yang memadai kepada wisatawan tentang bahaya, dan menyediakan peralatan pelindung.

Pada bulan Mei tahun lalu, seorang hakim membebaskan badan manajemen darurat Selandia Baru dari pelanggaran kesehatan dan keselamatan.

Enam perusahaan lainnya telah mengaku bersalah atas tuduhan kesehatan dan keselamatan, termasuk tiga operator tur helikopter yang memasuki permohonan pada 7 Juli. Sebagian besar belum dijatuhi hukuman.

Di antara mereka yang mengaku bersalah adalah White Island Tours, yang mengangkut 21 dari mereka yang tewas, 19 turis dan dua staf ke lokasi vulkanik dengan perahu. Volcanic Air Safaris, yang menerbangkan salah satu turis yang meninggal di pulau itu, juga mengaku bersalah.

Kasus ini tidak menghadapi ancaman hukuman penjara, tapi jika dinyatakan bersalah dapat menghadapi denda hingga 1,5 juta dolar Selandia Baru (Rp14 miliar).

Baca Juga: Selandia Baru Buka Opsi Mau Gabung AUKUS 

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya