Thailand Terancam Gagal Punya Perdana Menteri Baru

Calon PM terkuat bisa terdepak dari parlemen

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Thailand meminta Mahkamah Konstitusi untuk menangguhkan Pita Limjaroenrat, kandidat terdepan calon perdana menteri, dari posisinya sebagai anggota parlemen pada Rabu (12/7/2023). Dia dituduh telah melanggar aturan kampanye sebagai anggota parlemen.

Permintaan itu diumumkan sehari sebelum pemungutan suara di parlemen untuk memilih perdana menteri baru. Pita merupakan pemimpin dari Partai Pergerakan Maju yang memenangkan kursi terbanyak melalui pemilihan parlemen pada Mei, meraih 151 kursi di dewan yang beranggotakan 500 orang.

1. Komisi dianggap menyalahgunakan kekuasaan

Ketua Komisi Pemilihan, Ittiporn Boonprakong, mengatakan telah merujuk rekomendasi kasus itu ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan putusan.

"Komisi Pemilihan telah mempertimbangkan masalah ini. dan menilai status Pita Limcharoenrat dianggap batal, menurut Konstitusi Thailand," kata Komisi Pemilihan, dilansir DW. 

Partai Pita menuduh tindakan yang dilakukan lembaga itu sebagai penyalahgunaan kekuasaan.

"Keputusan untuk mengajukan kasus ke pengadilan dengan mengatakan ada cukup bukti, tanpa memberi tahu dia tentang tuduhan apa pun dan tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan adalah penyalahgunaan kekuasaan di bawah hukum pidana," kata partai itu.

Menanggapi langkah komisi, Pita mengatakan dia tetap dalam semangat yang baik, meskipun ketua pemilihan meminta pengadilan untuk menangguhkannya.

Baca Juga: Menlu Thailand Akui Sudah Bertemu Aung San Suu Kyi

2. Kasus yang dihadapi calon perdana menteri

Thailand Terancam Gagal Punya Perdana Menteri BaruPita Limjaroenrat. (Twitter.com/Pita Limjaroenrat)

Dilansir France 24, aturan yang dituduh telah dilanggar Pita terkait kepemilikan sahamnya di sebuah perusahaan media yang sekarang sudah tidak beroperasi.

Atas hal tersebut, Komisi Pemilihan telah meluncurkan penyelidikan terhadapnya, karena sebagai anggota parlemen dia tidak diperbolehkan memiliki saham media.

"Komisi Pemilihan telah mempertimbangkan masalah ini dan menilai status Pita Limcharoenrat dianggap batal, menurut Konstitusi Thailand," kata Ittiporn.

Pada Rabu sore, Pita juga dihadapkan pada rintangan baru setelah Mahkamah Konstitusi menerima kasus terpisah yang berpusat pada janji reformasi hukum pencemaran nama baik kerajaan.

Pita dan partainya telah mengusulkan amandemen 112 dalam kampanye politik mereka, menggunakan hak dan kebebasan mereka untuk menggulingkan monarki konstitusional, mengacu pada jumlah pasal pidana yang mengatur tentang penghinaan terhadap kerajaan.

Pita masih dapat mencalonkan diri sebagai perdana menteri meski ditangguhkan sebagai anggota parlemen. Namun, jika dia menghadapi penyelidikan kriminal, dia bisa dilarang berpolitik atau menghadapi hukuman 10 tahun penjara.

3. Demonstrasi menjelang pemilihan perdana menteri

Thailand Terancam Gagal Punya Perdana Menteri BaruBendera Thailand. (Unsplash.com/Dave Kim)

Pada Rabu malam, sekelompok kecil demonstran damai berkumpul di seluruh Bangkok, termasuk Anon Numpa, pengacara hak asasi manusia dan pemimpin protes pada 2020.

"Jika kami dikhianati besok, kesempatan kami untuk menjadi pemerintah mayoritas terpilih akan tertutup. Akan ada peningkatan pertempuran minggu depan," kata Anon setelah memberi hormat tiga jari simbol yang identik dengan demonstrasi pro-demokrasi sebelumnya.

Anon mengatakan, warga Thailand akan mengawasi pemungutan suara parlemen untuk memilih perdana menteri dengan cermat.

"Besok setelah bekerja, sampai jumpa di parlemen," katanya.

Thailand telah mengalami selusin kudeta dalam satu abad terakhir, dengan ketidakstabilan politik yang menjadi bahaya reguler dan gerakan progresif sering kali dibatasi secara tiba-tiba.

Pemilu pada Mei merupakan pemilihan pertama sejak demonstrasi besar-besaran pro-demokrasi pada 2020, dengan puluhan ribu orang menyerukan reformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Para pemilih tidak suka terhadap mantan pemimpin kudeta Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, yang disalahkan atas mandeknya ekonomi dan tindakan keras terhadap hak-hak.

Baca Juga: PM Thailand Prayut Chan-o-cha Umumkan Mundur dari Dunia Politik

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya