Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Bendera Inggris. (pixabay.com/terimakasih0)
Ilustrasi Bendera Inggris. (pixabay.com/terimakasih0)

Jakarta, IDN Times - Inggris menjatuhkan sanksi terhadap 30 kapal minyak Rusia yang beroperasi secara ilegal pada Senin (25/11/2024). Kapal-kapal ini merupakan bagian dari armada bayangan, yakni kelompok tanker yang berupaya menghindari sanksi Barat.

Dalam setahun terakhir, armada ini berhasil menyelundupkan minyak dan produk minyak Rusia senilai 4,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp68 triliun.

Sanksi terbaru ini menjadi paket terbesar yang pernah dijatuhkan terhadap armada Rusia. Total tanker minyak yang disanksi Inggris kini mencapai 73 kapal. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat (AS) yang menyanksi 39 kapal dan Uni Eropa sebanyak 19 kapal.

1. Inggris pimpin tekanan internasional terhadap armada bayangan Rusia

Keseriusan Inggris menekan kapal-kapal minyak Rusia mendapat dukungan dari komunitas internasional. Sebanyak 46 negara dan Uni Eropa telah bergabung dalam seruan Inggris melawan armada tersebut.

Seruan ini pertama kali disampaikan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada KTT European Political Community Juli lalu. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, juga memanfaatkan pertemuan G7 di Italia guna mendorong tekanan lebih kuat terhadap Rusia.

"Pendapatan minyak Rusia memicu api perang dan kehancuran di Ukraina," kata Lammy, dilansir dari situs resmi pemerintah Inggris.

Inggris tidak hanya menyasar kapal-kapal pengangkut minyak. Dua perusahaan asuransi Rusia, AlfaStrakhovanie dan VSK, juga terkena sanksi karena memfasilitasi operasi armada bayangan tersebut. Langkah ini diambil melalui mekanisme pelaporan asuransi Departemen Transportasi Inggris.

2. Dampak sanksi pada aktivitas kapal Rusia

Sanksi yang dijatuhkan Inggris memberikan dampak signifikan terhadap operasional kapal-kapal Rusia. Kapal KSENA yang sebelumnya berani mengabaikan peringatan otoritas Inggris pada 12 November lalu, kini resmi masuk daftar sanksi. Akibatnya, kapal ini tidak bisa beroperasi di perairan internasional.

Nasib serupa dialami dua kapal lain, Artemis dan Sea Fidelity. Kedua kapal ini terpaksa menganggur di Laut Baltik setelah terkena sanksi bulan lalu. Kerugian finansial yang ditanggung Rusia dari kedua kapal ini mencapai jutaan pound sterling.

Sanksi yang dijatuhkan memiliki konsekuensi serius bagi kapal-kapal yang terdampak. Mereka dilarang memasuki pelabuhan Inggris, bisa ditahan sewaktu-waktu, serta tidak diizinkan mendaftar pada Register Kapal Inggris. Inggris juga melarang kapal-kapal yang terkena sanksi menikmati keringanan batas harga minyak global. 

"Saya akan bekerja sama dengan mitra G7 dan negara lain guna memberikan tekanan tanpa henti pada Kremlin, menghentikan arus uang ke kas perang mereka, menggerus mesin militernya, dan membatasi perilaku jahat mereka di seluruh dunia," ujar Lammy, dilansir Politico. 

3. Kapal minyak Rusia dinilai membahayakan perdagangan global

Ilustrasi Bendera Rusia. (pixabay.com/IGORN)

Armada bayangan Rusia dinilai membahayakan perdagangan global. Kapal-kapal dalam armada ini kerap mengabaikan standar keselamatan dasar saat berlayar. Perilaku ini meningkatkan risiko tumpahan minyak yang dapat merusak lingkungan maritim.

Inggris menekankan, sanksi ini bertujuan membersihkan jalur pelayaran dari lalu lintas yang tidak aman. Otoritas maritim Inggris juga memantau kapal-kapal mencurigakan yang melintas di perairannya. 

Lebih dari 43 kapal yang memiliki asuransi mencurigakan telah dikonfrontasi. Kapal-kapal tersebut diminta memperlihatkan detail dokumen mereka saat melewati perairan Inggris. 

Sementara, Rusia dinilai semakin bergantung pada negara sekutunya akibat dijatuhi berbagai sanksi. Negara pimpinan Vladimir Putin ini mulai mengandalkan Korea Utara dan Iran sebagai pemasok peralatan militer.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik