Rusia Minta Bantuan Houthi untuk Rekrut Tentara dari Yaman

Jakarta, IDN Times - Rusia, pada Minggu (24/11/2024), dikabarkan meminta bantuan kelompok pemberontak Houthi untuk merekrut tentara dari Yaman. Aksi ini sebagai langkah untuk menambah personel militer Rusia dalam membantu kepentingan perangnya di Ukraina.
Sebelumnya, Rusia sempat dikabarkan mendorong rekrutmen tentara asing dari berbagai negara, termasuk Suriah, India, Sri Lanka, dan Nepal. Bahkan, Moskow juga disebut sudah mendatangkan tentara Korea Utara (Korut) yang disamarkan menjadi Batalion Buryatsk.
1. Rusia sudah merekrut sekitar 200 warga Yaman
Warga Yaman yang direkrut oleh Rusia sudah dijanjikan dengan gaji tinggi dan mendapatkan tawaran kewarganegaraan Rusia. Ketika tiba di Rusia, mereka diharuskan bergabung dalam militer Rusia dan kemudian diterjunkan ke garis depan di Ukraina.
Pakar Timur Tengah di Chatham House, Farea Al Muslimi, mengatakan bahwa beberapa pasukan asal Yaman tidak mendapat pelatihan militer yang layak dan banyak di antaranya tidak mau diterjunkan ke Ukraina.
"Satu hal yang pasti Rusia membutuhkan tentara. Ini jelas bahwa Houthi merekrut mereka dan merayu mereka dengan pergi ke Moskow. Warga Yaman cukup mudah direkrut karena negara itu sangat miskin," terangnya.
Rekrutmen tentara asal Yaman sudah dimulai setidaknya sejak Juli 2024. Salah seorang tentara bernama Nabil mengatakan bahwa setidaknya terdapat 200 warga Yaman yang direkrut menjadi tentara Rusia pada September.
2. Rusia mendekatkan diri dengan Houthi

Duta Besar Amerika Serikat (AS) di Yaman, Tim Lenderking, mengatakan bahwa Rusia masih aktif berhubungan dengan kelompok Houthi. Kedua pihak diduga terus membicarakan soal pengiriman senjata dan rekrutmen tentara.
"Kami tahu bahwa terdapat personel militer Rusia di Sana'a yang membantu dalam memuluskan dialog kedua pihak. Sejumlah senjata sudah didiskusikan dan ini cukup mengkhawatirkan dan kemungkinan memberikan Houthi senjata untuk menargetkan kapal di Laut Merah," tuturnya, dilansir Financial Times.
Sementara, Kepala Pusat Studi Strategis Sana'a Maged Almadhaji mengungkapkan bahwa Rusia mengambil keuntungan dari beberapa kelompok di Laut Merah dan Timur Tengah yang tidak bersahabat dengan AS.
3. Komandan perang Rusia dipecat karena berbohong
Pada hari yang sama, Komandan Grup Pasukan Selatan Gennady Anashkin dipecat dari jabatannya karena memberikan informasi menyimpang terkait progres perang di Ukraina bagian timur.
Menurut salah satu blog militer Rusia, Rybar, progres perang di beberapa area diketahui melambat. Alhasil, terdapat berbagai kebohongan dan kekalahan yang tidak dapat dijustifikai oleh komandan di lapangan.
"Terdapat perlambatan di beberapa area dan banyak area pendudukan bohongan dan kekalahan yang tidak dapat dimungkiri oleh Rusia. Secara umum, membutuhkan waktu sekitar 2 bulan agar pemerintah pusat dapat merespons dan menindak tegas," terangnya, dikutip CNN.
Beberapa blogger perang mengklaim bahwa sejumlah komandan tidak melaporkan secara pasti jumlah korban perang di pihak Rusia karena banyaknya tentara yang menjadi korban.