Potret kota Yerusalem. (Unsplash.com/Robert Bye)
Melansir Reuters, Hamouri adalah salah satu dari mayoritas lebih dari 340 ribu warga Palestina di Yerusalem Timur yang memegang izin tinggal Israel, tapi hanya sedikit yang memiliki kewarganegaraan Israel.
Israel merebut Yerusalem dalam perang 1967, menganggap semua bagian kota suci itu sebagai wilayahnya dan menetapkanya sebagai ibu kota. Orang-orang Palestina telah lama berusaha memperoleh kota suci tersebut.
"Ke mana pun seorang Palestina pergi, dia membawa serta prinsip-prinsip ini dan tujuan rakyatnya, tanah airnya dibawa bersamanya ke mana pun dia berakhir," kata Hamouri.
Direktur eksekutif HaMoked, sebuah organisasi yang mewakili Hamouri, mengatakan bahwa kasus Hamouri menjadi preseden deportasi warga Yerusalem yang memiliki kewarganegaraan alternatif.
"Karena dia memiliki kewarganegaraan kedua, itu membuatnya lebih rentan untuk dideportasi," kata direktur Jessica Montell, seraya menambahkan bahwa dia memperkirakan kasus serupa akan muncul lebih sering dengan koalisi sayap kanan baru yang diperkirakan bakal membentuk pemerintahan Israel berikutnya.
Ahmed Majdalani, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, menyebut deportasi itu telah melanggar hukum.
"Dia tidak melakukan kejahatan apa pun untuk dideportasi dari tanah airnya dan diusir ke negara lain, di mana dia tinggal untuk waktu yang singkat meskipun dia memiliki kewarganegaraan negara itu," kata Majdalani.